This is default featured slide 1 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 2 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 3 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 4 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

Thursday, 25 December 2014

SIRROSIS DAN HIPERTENSI PORTAL


Ø  DEFINISI
·         Sirrosis didefinisikan sebagai prosess difus yang dicirikan oleh fibrosis dan perubahan rancangan hepatik normal menjadi nodul yang abnormal secara struktur. Hasil akhirnya adalah perusakan hepatosit dan penggantian dengan jaringan fibrous.
·         Ganguan terhadap aliran darah akan menyebabkan hipertensi portal dan bisa terjadi varises dan ascites (= akumulasi cairan di rongga peritoneal). Rusaknya hepatosit dan penutupan aliran darah intrahepatik menyebabkan berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik, yang akan menyebabkan enselopati hepatik dan koagulopati.
·         Sirrosis mempunyai banyak sebab (Tabel 19-1). Di AS, asupan alkohol berlebih dan hepatitis viral yang kronik (tipe B dan C) adalah sebab paling umum.

Ø  PATOFISIOLOGI
Kerusakan anatomi pada sirrosis menyebabkan sejumlah kelainan patofisiologi yang umum. Ini termasuk ascites, hipertensi portal dan varises, hepatic encelopathy (HE), dan defek koagulasi.
ASCITES
·         Ascites, akumulasi cairan limfa dalam rongga peritoneal, merupakan komplikasi paling umum dari sirrosis.
·         Pasien dengan sirrosis dan hipertensi  portal umumnya akan mengalami penurunan tahanan vaskular, penguranagn rerata tekanan arterial, dan peningkatan curah jantung, yang keseluruhan menyebabkan sirkulasi hiperdinamik.
·         Vasodilator di sirkulasi  yang bisa terlibat termasuk nitric oxide, vasoactive intestinal peptide, substan P, dan prostaglandin.
Tabel 19-1



HIPERTENSI PORTAL DAN VARISES
·         Hipertensi portal terjadi ketika tekanan portal meningkat 5 mmHg lebih tinggi dari tekanan di vena cava inferior.
·         Akibat lanjutan dari hipertensi portal seperti varises dan perubahan rute aliran darah. Pasien dengan sirrosis beresiko untuk varises ketika hipertensi portal melebihi tekanan vena cava >12 mmHg.
·         Hemorrhage dari varises terjadi pada 25%-40% pasien dengan sirrosis dan untuk tiap episode perdarahan resiko kematian sebesar 30%.

HEPATIC ENCELOPATHY/PORTAL SYSTEMIC ENCELOPATHY
·         HE adalah sindrom neuropsikiatri yang komplek dengan tanda klinik dan simtom gangguan neurologik dengan spektrum luas yang terjadi pada pasien dengan gangguan hepatik parah.
·         Portal hepatic encelopathy, PHE, sering digunakan untuk menggambarkan encelopathy yang terjadi sebagai akibat dari penyakit liver kronik.
·         HE muncul dalam tiga bentuk: akut, kronik dan subklinik. HE akut didefinisikan sebagai rangkaian kejadian perubahan sensorium yang terjadi kurang dari 4 minggu, lalu kembali ke kondisi mental dasar.
·         Encelopathy kronik didefinisikan sebagai kelainan kognitif atau neuropsikiatri yang bertahan paling tidak 4 minggu.
·         Encelopathy subklinik berartti perubahan pada fungsi neuropsikiatri yang tidak tampak secara klinik.
·         HE dipercaya disebabkan oleh akumulasi nitrogenous dan toksin lain. Mekanisme lain bisa terlibat, termasuk perubahan sawar darah-otak, ketidakseimbangan neurotransmitter, perubahan metabolisme serebral; gangguan pada aktivitas kalium-natrium ATPase dari membran neuronal; defiensi seng; dan peningkatan γ-aminobutyric acid /benzodiazepine endogen.
·         Level serum amonia mempunyai korelasi jelek  dengan tingkatan HE.



DEFEK KOAGULASI
·         Gangguan koagulasi bisa terjadi pada sirrhosis, proporsional terhadap tingkat disfungsi hepatik.
·         Gangguan ini termasuk pengurangan sintesis faktor koagulasi dan kliren dari faktor pembekuan yang sudah aktif.
·         Hipertensi portal diikuti oleh pengurangan platelet kualitatif dan kuantitatif.

Ø  TAMPILAN KLINIK
·         Rentang gejala pasien dengan sirrosis dari asimtomatik dengan uji laboratorium abnormal sampai hemorrhage yang mengancam jiwa.
·         Keluhan pasien akan penyakit liver termasuk pruritus (= rasa gatal yang parah), urine berawarna hitam, dan peningkatan ukuran/ abdominal dalam hubungannya dengan penurunan nafsu makan dan/atau berkurangnya berat. Jaundice sering menjadi manifestasi akhir dari sirrosis, dan absennya jaundice tidak menghentikan diagnosa.
·         Ketika ditanyai, pasien yang menyalahgunakan alkohol sering meremehkan jumlah alkohol yang dikonsumsi.
·         Tanda klinik klasik sirrosis, seperti palma erythema, spider angiomata (= pembentukan pembuluh darah baru), dan ginekomasti, bukan sensitif atau spesifik untuk penyakit.
·         Peningkatan prothrombin time adalah manifestasi sirrosis yang paling dipercaya.
Tabel 19-2
·         HE yang dihubungkan dengan kegagalan liver yang mendadak (fulminant) mempunyai onset yang cepat dan simtom awal yang singkat. Perkembangan penyakit pasien bisa dari mengantuk sampai delirium, konvulsi, dan koma dalam 24 jam. Dengan gagal liver kronik onset bertahap dan biasanya ringan.
·         Untuk menentukan keparahan HE bisa digunakan suatu sistem grade(Tabel 19-2).

ABNORMALITAS LABORATORIUM
·         Uji liver rutin termasuk alkalin phosphatase, bilirubin, aspartate transaminase (AST), alanin transaminase (ALT), dan γ-glutamyl transpeptidase (γ-GT).
·         Penanda tambahan termasuk aktivitas sintetik hepar seperti albumin dan protrhrombin time.
·         AST dan ALT adalah enzim yang terletak di sitoplasma hepatosit; jumlahnya di plasma meningkat dengan cedera hepatoselular.
·         Jumlah alkaline phosphatase meningkat di plasma dengan kelainan kolestasis yang mengganggu aliran empedu dari hepatosit ke saluran empedu atau dari saluran empedu ke intestinal.
·         Jumlah γ-GT di plasma mempunyai korelasi dengan peningkatan alkaline phosphatase dan sehingga menjadi penanda yang sensitif untuk penyakit saluran empedu.
·         Peningkatan serum bilirubin umum pada penyakit liver stadium lanjut, tapi ada banyak penyebab lain hiperbilirubinemia.
·         Gambar 19-1 menggambarkan skema umum untuk interpretasi uji fungsi liver.
·         Biopsi liver berperan penting pada diagnosis dan penahapan penyakit liver.
·         Sistem klasifikasi Child-Pugh menggunakan kombinasi temuan fisik dan laboratorium untuk menilai keparahan sirrosis dan bisa digunakan untuk memprediksikan apakah pasien akan selamat, hasil operasi, dan resiko untuk berbagai perdarahan.
Gambar 19-1

Ø  HASIL YANG DIINGINKAN
·         Perbaikan kondisi klinik atau resolusi komplikasi akut, seperti tamponade (= kompresi jantung karena akumulasi cairan di kantong pericardia) atau perdarahan, dan resolusi instabilitas hemodinamik dari episode hemorrhage varicel akut.
·         Pencegahan komplikasi, penurunan tekanan portal dengan terapi medik menggunakan terapi β-adrenergik,  dan penghentian konsumsi alkohol.

Ø  PERAWATAN
PENDEKATAN UMUM
·         Identifikasi dan eliminasi penyebab  sirrosis (seperti, penyalahgunaan alkohol).
·         Menilai resiko perdarahan variceal dan memulai profilaksis farmakologi jika diindikasikan, terapi endoskopik sebaiknya disimpan untuk pasien resiko tinggi atau episode perdarahan akut.
·         Perawatan perdarahan variceal dengan teknik endoskopi dianjurkan untuk pasien dengan perdarahan akut.
·         Pasien sebaiknya dievaluasi untuk tanda klinik ascites dan ditangani dengan perawatan farmakologi (seperti, diuretik) dan paracentesis (= membuat lubang di rongga tubuh untuk mengeluarkan cairan). Sebaiknya dilakukan pengawasan seksama untuk peritonitis karena bakteri pada pasien ascites yang kondisinya memburuk.
·         HE membutuhkan perawatan dengan pantangan pada diet, eliminasi depresan sistem saraf pusat, dan terapi untuk menurunkan level amonia.
·         Diperlukan pengawasan yang sering untuk tanda sindrom hepatorenal, gangguan kerja pulmonal, dan disfungsi endokrin.
·         Tabel 19-3 memberi rangkuman penanganan pasien sirrosis dan termasuk parameter pengawasan dan hasil terapi.
Tabel 19-3

PENANGANAN HIPERTENSI PORTAL DAN PERDARAHAN VARICEAL
Penganangan varises melibatkan tiga strategi:
(1) profilaksis primer untuk mencegah perdarahan ulang,
(2) penanganan hemorrhage variceal, dan
(3)profilaksis sekunder untuk mencegah perdarahan pada pasien yang sudah mengalami perdarahan.
Profilaksis Primer
·         Dasar dari profilaksis primer adalah penggunaan agen β-adrenergik blocker non selektif seperti propanolol atau nadolol. Agen-agen ini mencegah perdarahan, sehingga bisa mengurangi mortalitas.
·         Terapi β-adrenergik blocker sebaiknya dilanjutkan seumur hidup, kecuali tidak bisa ditoleransi, karena perdarahan bisa terjadi ketika terapi dihentikan dengan mendadak.
·         Semua pasien sirrosis dan hipertensi portal bisa menjalani skrining endoskopik, dan pasien dengan varises besar sebaiknya menerima profilaksis primer dengan β-adrenergik blocker.
·         Terapi sebaiknya dimulai dengan propanolol, 10 mg tiga kali sehari, atau nadolol, 20 mg sekali sehari, dan dititrasi sampai terjadi penurunan denyut jantung istirahat 20-25%, denyut jantung absolut 55-60 denyutan per menit, atau timbulnya efek samping.
·         Nitrat bisa digunakan untuk pasien yang kontraindikasi atau intolerir dengan β-adrenergik blocker.
·         Untuk pasien yang kurang merespon β-adrenergik blocker, nitrovasodilator aksi panjang sebaiknya ditambahkan untuk mendapatkan penurunan tekanan portal.
Hemorrhage Variceal Akut
Gambar 19-2 memberikan panduan penanganan hemorrhage variceal.
·         Target awal perawatan termasuk : (1) resusitasi cairan yang cukup, (2) penanganan koagulopati dan trombositopeni, (3) mengontrol perdarahan, (4) pencegahan perdarahan ulang, dan (5) menjaga fungsi liver.
·         Pada pasien dengan perdarahan aktif sebaiknya dilakukan stabilisasi kondisi dan resusitasi cairan yang lalu diikuti pemeriksaan endoskopik.
·         The American College of Gastroenterology mengajurkan esophagogastroduodenoscopy menggunakan endoscopic injection sclerotheraphy (EIS) atau endoscopic band ligation (EBL) varises sebagai diagnosa primer dan strategi perawatan untuk hemorrhage saluran cerna bagian atas setelah hipertensi portal dan varises.
·         Octreotide diberikan IV bolus 50-100 μg dan diikuti infusi berkelanjutan 25 μg/jam, sampai laju maksimum 50 μg.jam. Pasien sebaiknya diawasi untuk hipo- atau hiperglisemi.
·         Vasopresin, tunggal atau dalam kombinasi dengan nitrogliserin, tidak lagi dianjurkan sebagai terapi pertama untuk penanganan hemorrhage variseal. Vasopresin menyebabkan vasokontriksi non-selektif dan bisa menyebabkan hipertensi, sakit kepala yang parah, iskemi koroner, infark myokardia, dan aritmia.
·         Terapi antibiotik bisa digunakan lebih awal untuk mencegah sepsis pada pasien dengan tanda infeksi.
·         EIS atau EBL seing digunakan untuk hemorrhage saluran cerna atas setelah hipertensi portal dan varises. Agen sclerosing yang digunakan di EIS termasuk ethanolamine, natrium tetradecyl sulfate, polidocanol, dan natrium morrhuate.
Gambar 19-2
·         Jika terapi standar gagal untuk mengontrol perdarahan, prosedur penyelamatan seperti ballon tamponade (dengan tabung Sengstaken-Blakemore), transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) atau operasi shunt (= membuat jalan darah alternatif) bisa dilakukan.
Pencegahan Perdarahan Ulang
·         β-adrenergik blocker telah digunakan secara tradisional untuk pencegahan perdarahan ulang; tetapi, EIS atau EBL kini makin menjadi opsi perawatan pilihan.
·         Pada pasien tanpa kontraindikasi, agen β-adrenergik blocker sebaiknya menjadi langkah awal untuk mencegah perdarahan ulang, bersama dengan EIS atau EBL. Penggunaan β-adrenergik blocker aksi panjang biasanya dianjurkan untuk meningkatkan kepatuhan, dan bertahap, pemilihan dosis individual untuk memperkecil efek samping. Propanolol bisa diberikan 20 mg tiga kali sehari (atau nadolol, 20-40 mg sekali sehari) dan dititrasi tiap minggu untuk mencapai target denyut jantung 50-60 denyutan/menit atau denyut jantung yang 25% lebih rendah dari denyut jantung dasar. Pasien sebaiknya diawasi untuk tanda gagal jantung, bronkospasma, atau intoleransi glukosa.
·         Untuk pasien yang gagal mencapai pengurangan tekanan portal yang cukup dengan terapi β-blocker tunggal, terpai kombinasi dengan nitrate atau spironolakton bisa lebih efektif untuk menurunkan tekanan portal.
ASCITES
·         Untuk pasien dengan ascites, sebaiknya ditentukan serum-ascites albumin gradient (SAG). Jika SAG>1,1 akurasi adanya hipertensi portal mencapai 97%.
·         Perawatan ascites sekunder terhadap hipertensi portal termasuk penghentian asupan alkohol, pembatasan natrium, dan diuretik. Natrium klorida sebaiknya dibatasi sampai 2 g per hari. Pembatasan cairan dan istirahat total tidak lagi dianjurkan.
·         Terapi diuretik sebaiknya dimulai dengan dosis pagi tunggal spironolakton, 100 mg, dan furosemide, 40 mg, dengan target penurunan berat badan harian maksimum 0,5 kg. Dosis masing-masing bisa ditingkatkan bersamaan, dengan menjaga rasio 100mg:40mg, sampai dosis maksimum harian 400 mg spironolakton dan 160 mg furosemide.
·         Jika ascites parah, sebaiknya dilakukan paracentesis 4-6 l sebelum memulai terapi diuretik dan pembatasan garam.
·         Pasien yang merasakan encephalopathy, hiponatremia parah meski sudah menjalani pembatasan cairan, atau gangguan ginjal sebaiknya menghentikan terapi diuretik.
·         Transplantasi liver bisa digunakan pada pasien dengan ascites refrakter.

SPONTANEOUS BACTERIAL PERITONITIS (SBP)
·         Pasien dengan riwayat atau dicurigai mengalami SBP sebaiknya menerima terapi antibiotik spektrum luas untuk mengatasi Eschericia coli, Klebsia pneumoniae, dan  Streptococcus pneumoniae.
·         Cefotaxime, 2 g tiap 8 jam, atau sefalosporin generasi ketiga lainnya dianggap sebagai obat terpilih.
·         Ofloxacin oral merupakan alternatif biaya rendah untuk terapi intravena.
·         Terapi fluoroquinolone jangka pendek bisa dipertimbangkan pada pasien SBP dengan ascites rendah-protein (<1 g/dl), hemorrhage variceal, atau SBP sebelumnya.

HEPATIC ENCELOPATHY
Tabel 19-4 menggambarkan target perawatan untuk HE.
·         Pendekatan pertama untuk perawatan HE adalah identifikasi semua faktor pencetus. Faktor-faktor pencetus dan alternatif terapi pada Tabel 19-5.
Tabel 19-4
Tabel 19-5
·         Pendekatan perawatan termasuk : (1) pengurangan konsentrasi amonia darah dengan pembatasan diet dan terapi obat yang ditujukan untuk inhibisi produksi amonia atau merangsang pengeluarannya (lactulose), (2) inhibisi reseptor γ-aminobutyric acid-benzodiazepine dengan flumazenil, dan (3) inhibisi neurotransmiter palsu dengan optimisasi keseimbangan asam basa.
·         Pendekatan untuk megurangi konsentrasi amonia darah termasuk:
  • Pada pasien dengan HE akut, membatasi asupan protein 10-20 g/hari sementara menjaga asupan kalori total. Asupan protein bisa dititrasi dengan meningkatkannya 10-20 g/hari tiap 3-5 hari sampai total 0,8-1 kg per hari. Pada HE kronik, batasan protein sampai 40g/hari.
  • Pada HE akut, laktulosa dimulai 20-60 ml tiap 1-2 jam sampai catharsis (pengeluaran) terjadi. Dosis lalu diturunkan 15-30 ml oral empat kali sehari dan dititrasi sehingga menghasilkan feses lunak, asam, dua-empat kali sehari.
  • Pada HE kronik, laktulosa dimulai pada 30-60 ml/hari dengan titrasi sampai titik akhir yang sama.
  • Terapi antibiotik dengan metronidazole atau neomycin sebaknya disimpan untuk pasien yang tidak merespon diet dan laktulosa.


Sumber : HandBooks Pharmacotherapy (terjemahan)

0 comments:

Post a Comment