- Pada pasien dengan HE akut, membatasi asupan protein 10-20 g/hari
sementara menjaga asupan kalori total. Asupan protein bisa dititrasi
dengan meningkatkannya 10-20 g/hari tiap 3-5 hari sampai total 0,8-1 kg
per hari. Pada HE kronik, batasan protein sampai 40g/hari.
- Pada HE akut, laktulosa dimulai 20-60 ml tiap 1-2 jam sampai
catharsis (pengeluaran) terjadi. Dosis lalu diturunkan 15-30 ml oral empat
kali sehari dan dititrasi sehingga menghasilkan feses lunak, asam,
dua-empat kali sehari.
- Pada HE kronik, laktulosa dimulai pada 30-60 ml/hari dengan
titrasi sampai titik akhir yang sama.
- Terapi antibiotik dengan metronidazole
atau neomycin sebaknya disimpan
untuk pasien yang tidak merespon diet dan laktulosa.
Thursday, 25 December 2014
SIRROSIS DAN HIPERTENSI PORTAL
Ø DEFINISI
·
Sirrosis didefinisikan sebagai
prosess difus yang dicirikan oleh fibrosis dan perubahan rancangan hepatik
normal menjadi nodul yang abnormal secara struktur. Hasil akhirnya adalah
perusakan hepatosit dan penggantian dengan jaringan fibrous.
·
Ganguan terhadap aliran darah
akan menyebabkan hipertensi portal dan bisa terjadi varises dan ascites (=
akumulasi cairan di rongga peritoneal). Rusaknya hepatosit dan penutupan aliran
darah intrahepatik menyebabkan berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik, yang
akan menyebabkan enselopati hepatik dan koagulopati.
·
Sirrosis mempunyai banyak sebab
(Tabel 19-1). Di AS, asupan alkohol berlebih dan hepatitis viral yang kronik
(tipe B dan C) adalah sebab paling umum.
Ø PATOFISIOLOGI
Kerusakan anatomi pada sirrosis menyebabkan sejumlah kelainan
patofisiologi yang umum. Ini termasuk ascites, hipertensi portal dan varises,
hepatic encelopathy (HE), dan defek koagulasi.
ASCITES
·
Ascites, akumulasi cairan limfa
dalam rongga peritoneal, merupakan komplikasi paling umum dari sirrosis.
·
Pasien dengan sirrosis dan
hipertensi portal umumnya akan mengalami
penurunan tahanan vaskular, penguranagn rerata tekanan arterial, dan
peningkatan curah jantung, yang keseluruhan menyebabkan sirkulasi hiperdinamik.
·
Vasodilator di sirkulasi yang bisa terlibat termasuk nitric oxide,
vasoactive intestinal peptide, substan P, dan prostaglandin.
Tabel 19-1
HIPERTENSI PORTAL DAN
VARISES
·
Hipertensi portal terjadi
ketika tekanan portal meningkat 5 mmHg lebih tinggi dari tekanan di vena cava
inferior.
·
Akibat lanjutan dari hipertensi
portal seperti varises dan perubahan rute aliran darah. Pasien dengan sirrosis
beresiko untuk varises ketika hipertensi portal melebihi tekanan vena cava >12
mmHg.
·
Hemorrhage dari varises terjadi
pada 25%-40% pasien dengan sirrosis dan untuk tiap episode perdarahan resiko
kematian sebesar 30%.
HEPATIC ENCELOPATHY/PORTAL
SYSTEMIC ENCELOPATHY
·
HE adalah sindrom
neuropsikiatri yang komplek dengan tanda klinik dan simtom gangguan neurologik
dengan spektrum luas yang terjadi pada pasien dengan gangguan hepatik parah.
·
Portal hepatic encelopathy,
PHE, sering digunakan untuk menggambarkan encelopathy yang terjadi sebagai
akibat dari penyakit liver kronik.
·
HE muncul dalam tiga bentuk:
akut, kronik dan subklinik. HE akut didefinisikan sebagai rangkaian kejadian
perubahan sensorium yang terjadi kurang dari 4 minggu, lalu kembali ke kondisi
mental dasar.
·
Encelopathy kronik
didefinisikan sebagai kelainan kognitif atau neuropsikiatri yang bertahan
paling tidak 4 minggu.
·
Encelopathy subklinik berartti
perubahan pada fungsi neuropsikiatri yang tidak tampak secara klinik.
·
HE dipercaya disebabkan oleh
akumulasi nitrogenous dan toksin lain. Mekanisme lain bisa terlibat, termasuk
perubahan sawar darah-otak, ketidakseimbangan neurotransmitter, perubahan
metabolisme serebral; gangguan pada aktivitas kalium-natrium ATPase dari
membran neuronal; defiensi seng; dan peningkatan γ-aminobutyric acid
/benzodiazepine endogen.
·
Level serum amonia mempunyai korelasi
jelek dengan tingkatan HE.
DEFEK KOAGULASI
·
Gangguan koagulasi bisa terjadi
pada sirrhosis, proporsional terhadap tingkat disfungsi hepatik.
·
Gangguan ini termasuk
pengurangan sintesis faktor koagulasi dan kliren dari faktor pembekuan yang
sudah aktif.
·
Hipertensi portal diikuti oleh
pengurangan platelet kualitatif dan kuantitatif.
Ø TAMPILAN KLINIK
·
Rentang gejala pasien dengan
sirrosis dari asimtomatik dengan uji laboratorium abnormal sampai hemorrhage
yang mengancam jiwa.
·
Keluhan pasien akan penyakit
liver termasuk pruritus (= rasa gatal yang parah), urine berawarna hitam, dan
peningkatan ukuran/ abdominal dalam hubungannya dengan penurunan nafsu makan
dan/atau berkurangnya berat. Jaundice sering menjadi manifestasi akhir dari
sirrosis, dan absennya jaundice tidak menghentikan diagnosa.
·
Ketika ditanyai, pasien yang
menyalahgunakan alkohol sering meremehkan jumlah alkohol yang dikonsumsi.
·
Tanda klinik klasik sirrosis,
seperti palma
erythema, spider angiomata (= pembentukan pembuluh darah baru), dan ginekomasti,
bukan sensitif atau spesifik untuk penyakit.
·
Peningkatan prothrombin time adalah manifestasi
sirrosis yang paling dipercaya.
Tabel 19-2
·
HE yang dihubungkan dengan
kegagalan liver yang mendadak (fulminant) mempunyai onset yang cepat dan simtom
awal yang singkat. Perkembangan penyakit pasien bisa dari mengantuk sampai
delirium, konvulsi, dan koma dalam 24 jam. Dengan gagal liver kronik onset
bertahap dan biasanya ringan.
·
Untuk menentukan keparahan HE
bisa digunakan suatu sistem grade(Tabel
19-2).
ABNORMALITAS LABORATORIUM
·
Uji liver rutin termasuk
alkalin phosphatase, bilirubin, aspartate transaminase (AST), alanin
transaminase (ALT), dan γ-glutamyl transpeptidase (γ-GT).
·
Penanda tambahan termasuk
aktivitas sintetik hepar seperti albumin dan protrhrombin time.
·
AST dan ALT adalah enzim yang
terletak di sitoplasma hepatosit; jumlahnya di plasma meningkat dengan cedera
hepatoselular.
·
Jumlah alkaline phosphatase
meningkat di plasma dengan kelainan kolestasis yang mengganggu aliran empedu
dari hepatosit ke saluran empedu atau dari saluran empedu ke intestinal.
·
Jumlah γ-GT di plasma mempunyai
korelasi dengan peningkatan alkaline phosphatase dan sehingga menjadi penanda
yang sensitif untuk penyakit saluran empedu.
·
Peningkatan serum bilirubin
umum pada penyakit liver stadium lanjut, tapi ada banyak penyebab lain
hiperbilirubinemia.
·
Gambar 19-1 menggambarkan skema
umum untuk interpretasi uji fungsi liver.
·
Biopsi liver berperan penting
pada diagnosis dan penahapan penyakit liver.
·
Sistem klasifikasi Child-Pugh
menggunakan kombinasi temuan fisik dan laboratorium untuk menilai keparahan
sirrosis dan bisa digunakan untuk memprediksikan apakah pasien akan selamat,
hasil operasi, dan resiko untuk berbagai perdarahan.
Gambar 19-1
Ø HASIL YANG DIINGINKAN
·
Perbaikan kondisi klinik atau
resolusi komplikasi akut, seperti tamponade (= kompresi jantung karena
akumulasi cairan di kantong pericardia) atau perdarahan, dan resolusi
instabilitas hemodinamik dari episode hemorrhage varicel akut.
·
Pencegahan komplikasi,
penurunan tekanan portal dengan terapi medik menggunakan terapi
β-adrenergik, dan penghentian konsumsi
alkohol.
Ø PERAWATAN
PENDEKATAN UMUM
·
Identifikasi dan eliminasi
penyebab sirrosis (seperti,
penyalahgunaan alkohol).
·
Menilai resiko perdarahan
variceal dan memulai profilaksis farmakologi jika diindikasikan, terapi
endoskopik sebaiknya disimpan untuk pasien resiko tinggi atau episode
perdarahan akut.
·
Perawatan perdarahan variceal
dengan teknik endoskopi dianjurkan untuk pasien dengan perdarahan akut.
·
Pasien sebaiknya dievaluasi
untuk tanda klinik ascites dan ditangani dengan perawatan farmakologi (seperti,
diuretik) dan paracentesis (= membuat lubang di rongga tubuh untuk mengeluarkan
cairan). Sebaiknya dilakukan pengawasan seksama untuk peritonitis karena
bakteri pada pasien ascites yang kondisinya memburuk.
·
HE membutuhkan perawatan dengan
pantangan pada diet, eliminasi depresan sistem saraf pusat, dan terapi untuk
menurunkan level amonia.
·
Diperlukan pengawasan yang
sering untuk tanda sindrom hepatorenal, gangguan kerja pulmonal, dan disfungsi
endokrin.
·
Tabel 19-3 memberi rangkuman
penanganan pasien sirrosis dan termasuk parameter pengawasan dan hasil terapi.
Tabel 19-3
PENANGANAN HIPERTENSI
PORTAL DAN PERDARAHAN VARICEAL
Penganangan varises melibatkan tiga strategi:
(1) profilaksis primer untuk mencegah perdarahan ulang,
(2) penanganan hemorrhage variceal, dan
(3)profilaksis sekunder untuk mencegah perdarahan pada pasien yang
sudah mengalami perdarahan.
Profilaksis Primer
·
Dasar dari profilaksis primer
adalah penggunaan agen β-adrenergik blocker non selektif seperti propanolol atau nadolol. Agen-agen ini mencegah perdarahan, sehingga bisa
mengurangi mortalitas.
·
Terapi β-adrenergik blocker
sebaiknya dilanjutkan seumur hidup, kecuali tidak bisa ditoleransi, karena
perdarahan bisa terjadi ketika terapi dihentikan dengan mendadak.
·
Semua pasien sirrosis dan
hipertensi portal bisa menjalani skrining endoskopik, dan pasien dengan varises
besar sebaiknya menerima profilaksis primer dengan β-adrenergik blocker.
·
Terapi sebaiknya dimulai dengan
propanolol, 10 mg tiga kali sehari, atau nadolol, 20 mg sekali sehari, dan
dititrasi sampai terjadi penurunan denyut jantung istirahat 20-25%, denyut
jantung absolut 55-60 denyutan per menit, atau timbulnya efek samping.
·
Nitrat bisa digunakan untuk pasien
yang kontraindikasi atau intolerir dengan β-adrenergik blocker.
·
Untuk pasien yang kurang
merespon β-adrenergik blocker, nitrovasodilator aksi panjang sebaiknya
ditambahkan untuk mendapatkan penurunan tekanan portal.
Hemorrhage Variceal Akut
Gambar 19-2 memberikan panduan penanganan hemorrhage variceal.
·
Target awal perawatan termasuk
: (1) resusitasi cairan yang cukup, (2) penanganan koagulopati dan
trombositopeni, (3) mengontrol perdarahan, (4) pencegahan perdarahan ulang, dan
(5) menjaga fungsi liver.
·
Pada pasien dengan perdarahan
aktif sebaiknya dilakukan stabilisasi kondisi dan resusitasi cairan yang lalu
diikuti pemeriksaan endoskopik.
·
The American College
of Gastroenterology mengajurkan esophagogastroduodenoscopy menggunakan
endoscopic injection sclerotheraphy (EIS) atau endoscopic band ligation (EBL)
varises sebagai diagnosa primer dan strategi perawatan untuk hemorrhage saluran
cerna bagian atas setelah hipertensi portal dan varises.
·
Octreotide diberikan IV bolus 50-100 μg
dan diikuti infusi berkelanjutan 25 μg/jam, sampai laju maksimum 50 μg.jam.
Pasien sebaiknya diawasi untuk hipo- atau hiperglisemi.
·
Vasopresin, tunggal atau dalam kombinasi
dengan nitrogliserin, tidak lagi dianjurkan sebagai terapi pertama untuk
penanganan hemorrhage variseal. Vasopresin menyebabkan vasokontriksi
non-selektif dan bisa menyebabkan hipertensi, sakit kepala yang parah, iskemi
koroner, infark myokardia, dan aritmia.
·
Terapi antibiotik bisa
digunakan lebih awal untuk mencegah sepsis pada pasien dengan tanda infeksi.
·
EIS atau EBL seing digunakan
untuk hemorrhage saluran cerna atas setelah hipertensi portal dan varises. Agen
sclerosing yang digunakan di EIS termasuk ethanolamine,
natrium tetradecyl sulfate, polidocanol, dan natrium morrhuate.
Gambar 19-2
·
Jika terapi standar gagal untuk
mengontrol perdarahan, prosedur penyelamatan seperti ballon tamponade (dengan tabung Sengstaken-Blakemore), transjugular
intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) atau operasi shunt (= membuat jalan
darah alternatif) bisa dilakukan.
Pencegahan Perdarahan Ulang
·
β-adrenergik blocker telah
digunakan secara tradisional untuk pencegahan perdarahan ulang; tetapi, EIS
atau EBL kini makin menjadi opsi perawatan pilihan.
·
Pada pasien tanpa
kontraindikasi, agen β-adrenergik blocker sebaiknya menjadi langkah awal untuk
mencegah perdarahan ulang, bersama dengan EIS atau EBL. Penggunaan β-adrenergik
blocker aksi panjang biasanya dianjurkan untuk meningkatkan kepatuhan, dan
bertahap, pemilihan dosis individual untuk memperkecil efek samping. Propanolol bisa diberikan 20 mg tiga
kali sehari (atau nadolol, 20-40 mg
sekali sehari) dan dititrasi tiap minggu untuk mencapai target denyut jantung
50-60 denyutan/menit atau denyut jantung yang 25% lebih rendah dari denyut
jantung dasar. Pasien sebaiknya diawasi untuk tanda gagal jantung,
bronkospasma, atau intoleransi glukosa.
·
Untuk pasien yang gagal
mencapai pengurangan tekanan portal yang cukup dengan terapi β-blocker tunggal,
terpai kombinasi dengan nitrate atau
spironolakton bisa lebih efektif
untuk menurunkan tekanan portal.
ASCITES
·
Untuk pasien dengan ascites,
sebaiknya ditentukan serum-ascites albumin gradient (SAG). Jika SAG>1,1
akurasi adanya hipertensi portal mencapai 97%.
·
Perawatan ascites sekunder
terhadap hipertensi portal termasuk penghentian asupan alkohol, pembatasan
natrium, dan diuretik. Natrium klorida sebaiknya dibatasi sampai 2 g per hari.
Pembatasan cairan dan istirahat total tidak lagi dianjurkan.
·
Terapi diuretik sebaiknya
dimulai dengan dosis pagi tunggal spironolakton,
100 mg, dan furosemide, 40 mg,
dengan target penurunan berat badan harian maksimum 0,5 kg. Dosis masing-masing
bisa ditingkatkan bersamaan, dengan menjaga rasio 100mg:40mg, sampai dosis
maksimum harian 400 mg spironolakton dan 160 mg furosemide.
·
Jika ascites parah, sebaiknya
dilakukan paracentesis 4-6 l sebelum memulai terapi diuretik dan pembatasan
garam.
·
Pasien yang merasakan
encephalopathy, hiponatremia parah meski sudah menjalani pembatasan cairan,
atau gangguan ginjal sebaiknya menghentikan terapi diuretik.
·
Transplantasi liver bisa
digunakan pada pasien dengan ascites refrakter.
SPONTANEOUS BACTERIAL
PERITONITIS (SBP)
·
Pasien dengan riwayat atau
dicurigai mengalami SBP sebaiknya menerima terapi antibiotik spektrum luas
untuk mengatasi Eschericia coli, Klebsia
pneumoniae, dan Streptococcus pneumoniae.
·
Cefotaxime, 2 g tiap 8 jam, atau sefalosporin
generasi ketiga lainnya dianggap sebagai obat terpilih.
·
Ofloxacin oral merupakan alternatif
biaya rendah untuk terapi intravena.
·
Terapi fluoroquinolone jangka
pendek bisa dipertimbangkan pada pasien SBP dengan ascites rendah-protein
(<1 g/dl), hemorrhage variceal, atau SBP sebelumnya.
HEPATIC ENCELOPATHY
Tabel 19-4 menggambarkan target perawatan untuk HE.
·
Pendekatan pertama untuk
perawatan HE adalah identifikasi semua faktor pencetus. Faktor-faktor pencetus
dan alternatif terapi pada Tabel 19-5.
Tabel 19-4
Tabel 19-5
·
Pendekatan perawatan termasuk :
(1) pengurangan konsentrasi amonia darah dengan pembatasan diet dan terapi obat
yang ditujukan untuk inhibisi produksi amonia atau merangsang pengeluarannya
(lactulose), (2) inhibisi reseptor γ-aminobutyric acid-benzodiazepine dengan
flumazenil, dan (3) inhibisi neurotransmiter palsu dengan optimisasi
keseimbangan asam basa.
·
Pendekatan untuk megurangi
konsentrasi amonia darah termasuk:
Sumber : HandBooks
Pharmacotherapy (terjemahan)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment