RHEUMATOID ARTRITIS
DEFINISI
Rheumatoid artritis (RA) adalah kelainan inflamasi kronik dan biasanya
progresif dengan penyebab tidak diketahui yang dicirikan oleh keterlibatan
persendian simetrik poliarticular dan manifetasi sistemik.
PATOFISIOLOGI
- RA muncul karena
disregulasi komponen humoral dan komponen yang dimediasi sel dari sistem
imun. Kebanyakan pasien menghasilkan antibodi yang disebut faktor
rheumatoid; pasien seropositif ini cenderung perkembangan penyakitnya
lebih agresif daripada pasien seronegatif.
- Immunoglobulin
bisa mengaktivasi sistem komplemen, yang memperkuat respon imun dengan
merangsang kemotaksis, fagositosis, dan pelepasan limfokin oleh sel
mononuklear yang lalu diarahkan ke limfosit T. Antigen ini lalu dikenali
oleh protein komplek histokompatibilitas utama (major histocompatability
complex/MHC) pada permukaan limfosit, sehingga terjadi aktivasi sel T dan
B.
- Faktor nekrosis
tumor (tumr necrosis factor, TNF) dan interleuikin-1 (IL-1) adalah
sitokine proinflamasi penting pada inisiasi dan kelanjutan dari inflamasi.
- Sel T
teraktivasi memproduksi sitotoksin, yang toksik terhadap jaringan, dan sitokin, yang lebih jauh
menstimulasi aktivasi proses inflmasi dan menarik sel ke area inflamasi.
Makrofag disitimulasi untuk melepaskan prostaglandin dan sitokin.
- Sel B
teraktivasi memproduksi sel plasma, yang membentuk antibodi yang, dengan
kombinasi dengan komplemen, berakibat pada akumulasi leukosit polimorfo
nuklear (PMN). PMN melepaskan sitokin, radikal oksigen bebas, dan radikal
hidroksil yang merangsang perusakan selular kepada sinovium dan tulang.
- Substan vasoatif
(histamin, kinin, prostaglandin) dilepaskan di tempat inflamasi,
meningkatkan aliran darah dan permebilitas vaskular. Ini menyebabkan
edema, rasa hangat, eritema, dan rasa sakit dan membuat granulosit lebih
mudah melewati pembuluh darah menuju tempat inflamasi.
- Inflamasi kronik
jalinan jaringan sinovial pada kapsul sendi mengakibatkan proliferasi
jaringan (pembentukan pannus). Pannus menginvasi kartilago dan pada
akhirnya permukaan tulang, mengerosi tulang dan kartilago dan membawa pada
destruksi tulang. Hasil akhir bisa hilangnya ruang sendi, hilangnya
gerakan persendian, fusi kumpulan tulang (ankilosis), subluksasi (tergeser
sebagian) tulang, contracture (pemendekan) tendon, dan deformitas kronik.
CIRI KLINIK
- Simtom awal
nonspesifik yang berkembang berminggu-minggu sampai berbulan-bulan bisa
termasuk kelelahan, kelemahan, demam ringan, hilangnya nafsu makan,
pengembangan sinovitis.
- Keterlibatan
sendi cenderung simetris dan mempengaruhi persendian kecil pada tangan,
pergelangan tangan, dan kaki; siku, pundak, pinggul, lutut, dan
pergelangan kaki juga bisa terpengaruh.
- Kekakukan sendi
biasanya memburuk di pagi hari, biasanya melampaui 30 menit dan bisa
bertahan sepanjang hari.
- Pada pemeriksaan,
pembengkakan sendi bisa terlihat atau hanya bisa terlihat dengan palpasi
(pemeriksaan dengan menyentuh). Jaringan terasa lunak dan berongga dan
bisa terlihat eritematus (kemerahan) dan terasa hangat, terutama di awal
penyakit.
- Deformitas sendi
kronik biasanya melibatkan subluksasi pergelangan tangan, persendian
metacarpopalangeal (MCP), dan persendian proxmal interphalangeal (PIP)
(deformasi leher angsa, deformitas boutonniere, deviasi ulnar).
- Keterlibatan
ekstra-artikular bisa termasuk nodul rheumatoid, vasculitis, efusi
(lepasnya cairan) pleural, fibrosis pulmonal, manifestasi okular,
pericarditis, abnormalitas konduksi kardiak, supresi sumsum tulang, dan
lymphophadenopathy
DIAGNOSIS
- Kriteria
Asosiasi Rheumatik Amerika untuk
klsifikasi RA tercantum pada Tabel 4-1.
- Abnormalitas
laboratorium yang bisa terlihat termasuk anemmia normositik normokromik;
trombositosis atau trombositopenia; leukopenia; peningkatan laju
sedimentasi eritrosit (erythrocyte sedimentation rate, ESR); faktor
rheumatoid positif (60-70% pasien); dan antibodi antinuklear (ANA) positif
(25% pasien).
Tabel 4-1
- Pemeriksaan
cairan sinovial bisa mengungkapkan turbiditas, leukositosis, pengurangan
viskositas, dan glukosa relatif terhadap konsentrasi serum norlam atau
rendah.
- Temuan radiologi
termasuk pembengkakan jaringan lunak dan osteoporosis dekat persendian
(periartikular osteoporosis). Erosi terjadi di akhir penyakit biasanya
terlihat di persendian PIP dan MCP tangan dan persendian
metatarsophalangeal (MTP) di kaki.
HASIL YANG DIINGINKAN
- Tujuan utama
perawatan RA adalah kesembuhan total, meski ini jarang terjadi.
- Tujuan primer
adalah mengurnagi pembengkakan sendi, kekakuan, dan rasa sakit;
mempertahankan pergerakan dan fungsi sendi; meningkatkan kualitas hidup;
mencegah komplikasi sistemik; dan menurunkan perubahan destruktif sendi.
PERAWATAN
Perawatan non Farmakologis
- Istirahat yang
cukup, pengurangan berat jika kegemukan, terapi fisik, terapi occupational
(terapi dengan aktivitas untuk merangsang penyembuhan), dan penggunaan peralatan
pembantu bisa memperbaiki simtom dan mempertahankan fungsi sendi.
- Pasien dengan
penyakit yang parah bisa mendapat manfaat dari tindakan operasi seperti
tenosynovectomy, perbaikan tendon, dan penggantian sendi.
- Mendidik pasien
mengenai penyakit dan manfaat serta batasan dari terapi obat.
Perawatan Farmakologis
- Skema untuk
perawatan RA pada Gambar 4-1
NSAID
- NSAID terutama
bekerja dengan menginhibit sintesis prostaglandin, yang hanya merupakan
sebagian kecil dari rangkaian inflamasi. NSAID mempunyai efek analgesik
dan anti inflamasi tapi tidak memperlambat progres penyakit atau mencegah
erosi tulang atau deformitas sendi.
- NSAID umumnya
diterima sebagai terapi pertama untuk perawatan simtom dari RA ringan.
Digunakan sebagai terapi primer, NSAID seharusnya diberikan dalam dosis
inflamasi dan tidak boleh digunakan sebagai terapi tunggal selama lebih
dari 3 bulan kecuali pasien memberikan respon yang baik. Kebanyakan
rheumatologis menyarankan terapi kombinasi lebih awal dengan obat
memodifikasi-penyakit antirematik (disease-modifying antirheumatic drugs,
DMARD) kecuali pada penyakit ringan.
- NSAID COX-2
selektif memberikan profil keamanan saluran cerna yang lebih baik dan
mempunyai efek serupa dengan NSAID konvensional. Regimen dosis NSAID yang
umum pada Tabel 4-2
DMARD
Prinsip Umum
- DMARD sebaiknya
digunakan pada semua pasien kecuali mereka dengan penyakit terbatas atau
mereka dengan penyakit kelas IV yang reversibelitas terhadap penyakit
sedikit diharapkan.
- Terapi kombinasi
dengan dua atau lebih DMARD bisa efektif ketika perawatan DMARD tunggal
tidak berhasil, tapi berakibat pada meningkatnya ongkos dan toksisitas.
Gambar 4-1
- Regimen dosis
dan monitoring klinik dan laboratorium untuk DMARD pada Tabel 4-3 dan 4-4.
Methotrexate
- Methotrexate
(MTX) menginhibit produksi sitokin dan biosintesis purine, yang mungkin
bertanggung jawab untuk sifat anti inflamsinya. Onsetnya relatif cepat
(2-3minggu), 45-67% pasien bertahan dalam studi dengan rentang 5-7 tahun.
- Toksisitas
termasuk saluran cerna (stomatitis, diare, nausea, muntah), hematologis
(trombositopeni, leukopeni), pulmonal (fibrosis, pneumotitis), dan hepatik
(peningkatan enzim, sirosis). Pemberian asam folat bersamaan bisa
mengurangi beberapa efek samping tampa mengurangi efeknya. Tes untuk
cedera liver (AST atau ALT) harus dimonitor secara periodik, tapi biopsi
liver hanya direkomendasikan untuk pasien dengan peningkatan enzim hepatik
yang bertahan. MTX teratogenik, dan pasien harus menggunakan kontrasepsi
dan menghentikan obat jika kehamilan diinginkan.
Tabel 4-2
Leflunomide
- Leflunomide
(Arava) menginhibit sintesi piriin, yang mengurangi proliferasi limfosit
dan modulasi dari inflamasi. Efeknya untuk RA serupa dengan MTX.
- Dosis awal 100
mg/hari untuk 3 hari pertama bisa memberikan respon terapetik dalam bulan
pertama. Dosis penjagaan umumnnya 10 mg/hari pada kasus intoleransi
saluran cerna, kehilangan rambut yang tidak diinginkan, atau toksisitas
terkait dosis lainnya.
Tabel 4-3
Tabel
4-4
- Obat ini bisa
menyebabkan toksisitas liver, dan ALT harus dimonitor tiap bulan pada awal
dan periode selanjutnya. Obat ini teratogenik dan harus dihindari selama
kehamilan. Leflunomide tidak menghasilkan toksisitas sumsum tulang,
sehingga monitoring hematologis tidak dibutuhkan.
Preperat Emas
- Aurothioglucse
(Solganol)(suspensi dalam minyak) dan natrium thiomalate emas (Mychrysine, Aurolate)
(larutan aqueous) adalah preparat intramuskular dengan onset yang bisa
tertunda selama 3-6 bulan. Dibutuhkan injeksi mingguan selama 22 minggu
sebelum pemberian dosis penjagaan dengan frekuensi lebih jarang diberikan.
- Auranofin
(Rdaura) adalah preparat emas oral yang lebih sesuai tapi kurang efektif
daripada emas IM.
- Efek samping
adalah saluran cerna (nausea, muntah, diare), dermatologis (kemerahan,
stomatitis), ginjal (proteinuria, hematuria), dan hematologis (anemia,
leukopenia, trombositopeni). Natrium thiomalate emas dihubungkan dengan
reaksi nitritid (wajah memerah, palpitasi, hipertensi, takikardi, sakit
kepala, pandangan kabur). Pasien yang menerima emas IM bisa mengalami rasa
terbakar setelah injeksi selama 1-2 hari setelah injeksi.
Hydroxychloroquine
- Hydroxychloroquine
tidak mengakibatkan toksisitas meyelosuppresive, hepatik, dan ginjal
seperti DMARD lainnya, sehingga mempermudah monitoring. Onsetnya bisa
tertunda sampai 6 mnggu, tapi pengobatan bisa dianggap gagal jka sampai 6
bulan tidak ada respon.
- Toksisitas
jangka pendek termasuk saluran cerna (nausea, muntah, diare), okular
(defek akomodasi, deposit kornea ringan, pandangan kabur, scotomas, rabun
ayam, retinopati), dermatologis (kemerahan, alopecia, pigmentasi kulit)
dan neurologis (sakit kepala, vertigo, insomnia). Pemeriksaan optalmologis
periodis diperlukan untuk deteksi awal toksisitas retina yang reversibel
(lihat Tabel 4-3).
Sulfasalazine
- Penggunaan
sulfasalazine terbatas karena efek sampingnya. Efek antirematik seharusnya
terlihat dalam 2 bulan.
- Efek samping
termasuk saluran cerna (anoreksia, nausea, muntah, diare), dermatologis
(kemerahan, urtikaria), hematologis (leukopeni, agranulositosis), dan
hepatik (enzim yang meningkat). Simtom saluran cerna bisa dikurangi dengan
memulai pada dosis rendah dan mengkonsumsi bat bersama makanan.
Azthiopirine
- Azathiopirine
adalah analog purine yang dikonversi menjadi 6-mercaptopurine dan
diperkirakan berhubungan dengan sintesis DNA dan RNA.
- Efek antirematik
bisa terlihat dalam 3-4minggu. Pengobatan harus dihentikan jika tidak ada
respon dalam 12 minggu pada dosis maksimal.
- Efek samping
utamanya adalah supresi sumsum tulang (leukopeni, anemia makrositik,
trombositopeni, pamcytopeni), stomatitis, intoleransi saluran cerna,
infeksi, demam obat, hepat toksisitas, dan potensi onkogenik.
D-Penicillamine
- Onset
penicilamine bisa terlihat dalam 1-3 bulan, dan respon paling banyak
terlihat dalam 6 bulan.
- Efek samping
awal termasuk kulit kemerahan, rasa logam, hipogeusia, stomatitis,
anoreksia, nausea, muntah, dan dispepsia. Glomerulonefritis bisa terjadi,
dengan manifestasi proteinuria dan hematuria.
- Pencilamine
biasanya untuk pasien yang resisten terhadap terapi lain karena induksi
yang jarang tapi serius dari penyakit auto imun.
Siklosporin
- Siklosporin
mengurangi produksi sitokin yang terlibat pada aktivasi sel T dan
mempunyai efek langsung pada sel B, makrofag, tulang, dan sel kartilago
- Onsetnya
terlihat pada 1-3 bulan. Toksisitas penting pada dosis 1-10 mg/kg per hari
termasuk hipertensi, hiperglikemi, nefrotoksisitas, tremor, intoleransi
saluran cerna, hirsutisme, dan hiperplasis gingival.
- Siklosporin
diberikan pada pasien yang resisten atau intoleran terhadap DMARD. Harus
dihindari pada pasien dengan atau sudah pernah mengalami keganasan,
hipertensi tak terkontrol, disfungsi renal, imunodefisiensi, hitung sel
darah putih atau platelet yang rendah, atau tes fungsi liver yang
meningkat.
Agen Biologis
Etanercept
- Etanercept
(Enbrel) adalah protein fusi terdiri dari dua reseptor TNF larut-p75
terkait ke fragmen Fc IgG1 manusia. Obat ini mengikat dan menginaktivasi
TNF, mencegahnya berinteraksi dengan reseptor TNF pada permukaan sel yang
lalu mengaktifkan sel.
- Kebanyakan uji
klinik menggunakan etanercept pada psien yang gagal dengan DMARD, dan
responnya terlihat 60-75% pada pasien. Etanercept terlihat memperlambat
progress erosif penyakit lebih hebat dari MTX.
- Efek samping
termasuk reaksi tempat injeksi, dan telah dilaporkan adanya pancytopeni
dan sindrom demyelinasi neurologis. Tidak diperlukan monitoring
laboratorium.
- Obat ini
sebaiknya dihindari pada pasien yang sedang mengalami infeksi dan mereka
yang beresiko tinggi mendapat infeksi. Perawatan harus dihentikan temporer
jika terbentuk infeksi selama terapi.
Infliximab
·
Infliximab (Remicade)
Infliximab (remicade) adalah antibodi chimeric anti-TNF yang difusikan
dengan area-konstan IgG1. Obat ini terikat pada TNF dan mencegahnya
berinteraksi dengan reseptor TNF pada sel inflamasi.
· Untuk
mencegah pembentukan antibodi untuk protein asing ini, MTX harus diberikan
dalam dosis oral untuk mengabati RA selama pasien melanjutkan pengobatan dengan
obat ini.
· Pada uji
klinik, kombinasi infliximab dan MTX menghambat progres kerusakan sendi dan
superior terhadap terapi tunggal MTX.
·
Infliximab
bisa meningkatkan resiko infeksi, terutama infeksi saluran pernafasan atas.
Reaksi infusi akut yaitu demam, menggigil, pruritis, dan kemerahan bisa muncul
dalam 1-2 jam setelah pemberian. Autoantibodi dan sindroma seperti lupus juga
telah dilaporkan.
Antagonis Reseptor Interleukin-1
- Anakinra
(Kineret) adalah antagonis reseptor IL-1 (IL-1ra) yang terikat pada
reseptor IL-1 pada target sel, mencegah interaksi antara IL-1 dan sel.
IL-1 normalnya menstimulasi pelepasan faktor kemotaktik dan molekul adhesi
yang mendorng migrasi leukosit inflamasi kejaringan.
- Obat ini
diterima untuk RA sedang sampai akut pada dewasa yang gagal dengan satu
atau lebih DMARD. Obat ini bisa digunakan tunggal atau dalam kombinasi
dengan DMARD kecuali agen bloking TNF. Pada uji klinik 6 bulan, tingkat
respon adalah 38% pada pasien yang mendapat anakinra dan 22% pada pasien
yang menerima plasebo. Reaksi tempat injeksi adalah efek samping paling
sering (kemerahan, sakit). Juga terjadi peningkatan resiko infeksi serius
(2% vs 1% untuk yang mendapat plasebo). Karena resiko ini lebih tinggi
(7%) ketika digunakan dengan TNF bloker, terapi kombinasi dengan
etanercept atau infliximab sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan hanya
jika tidak ada alternatif lain.
Glukokortokoid
- Glukokortikoid
mempunyai sifat anti-inflamasi dan imunosupresif, tapi tidak merubah
perjalanan penyakit.
- Pada dosis oral
rendah (<10 mg/hari atau prednisone yang setara), ini bisa menjadi
terapi antara sebelum DMARD memberikan efek penuh atau untuk terapi
berkelanjutan pada pasien yang penyakitnya sulit dikontrol dengan NSAID
dan satu atau lebih DMARD.
- Dosis oral
tinggi atau jalur intravena bisa digunakan selama beberapa hari untuk
menekan flares penyakit. Setelah simtom dikontrol, obat harus
dikurangi sampai ke dosis efektif terendah.
- Rute
intramuskular lebih disukai pada pasien yang tidak patuh. Bentuk depot
(triamcinolone acetonide, triamcinolone hexacetonde, methylprednisolone
acetate) memberikan kontrol simtom 2-8 minggu. Onset dari efek bisa
tertunda selama beberapa hari. Efek depo memberikan kesempatan untuk
pengurangan fisiologis, menghindari supresi axis hipotalamik-pituitari.
- Injeksi intra-artikular bentuk depot bisa
berguna hanya ketika sedikit persendian yang terlibat. Jika efektif,
injeksi bisa diulangi tiap 3 bulan. Tidak boleh diijeksi pada sendi yang
sama lebih dari 2-3kali setahun.
- Efek samping
glukokrtikid sistemik membatasi penggunaan jangka panjangnya. Penurunan
dosis dan penghentian harus dipertimbangkan pada saat tertentu pada pasien
yang menerima terapi kronik.
EVALUASI HASIL TERAPI
- Tanda klinik
perbaikan termasuk pengurangan pembengkakan sendi, pengurangan rasa hangat
pada sendi yang terkena, dan penurunan pelunakan sampi palpasi sendi.
- Perbaikan simtom
termasuk pemgurangan rasa sakit pada sendi dan kekauan di pagi hari, onset
lebih lama untuk kelelahan di sore hari, dan peningkatan kemampuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
- Radiograf sendi
bisa membantu menaksir progres penyakit.
- Monitoring
laboratorium sedikit manfaatnya dalam monitoring respon terhadap terapi
tapi penting untuk deteksi dan mencegah efek samping obat (Tabel 4-3).
- Pasien harus
ditanyai mengenai munculnya simtom yang mungkin terkait dengan efek
samping obat (Tabel 4-4).
0 comments:
Post a Comment