This is default featured slide 1 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 2 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 3 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 4 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

This is default featured slide 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat

Saturday, 3 January 2015

 PARKINSON

DEFINISI
Idiopathic Parkonsin’s disease (IPD) memiliki krateristik gejala klinis maupun hasil pemeriksaan neuropatologi yang khas, termasuk ganguan gerak/motorik dan pada beberapa kasus berupa ganguan kejiwaan/ mental.
PATOFISIOLOGI               
Hilangnya neuron dopamine nigrostriatal menyebabkan pengurangan aktivasi kortikal; hampir semua defisit motor dari IPD disebabkan karena hilangnya neuron dopaminergik yang diproyeksikan ke putamen. Ada korelasi positif antara tingkat hilangnya dopamine nigrostriatal dengan tingkat keparahan penyakit.
·Aktivasi reseptor D2 tampaknya penting untuk mediasi perbaikan klinik dan beberapa efek samping (seperti, halusinasi).
·     Degenerasi neuron dopamin nigrostriatal menyebabkan peningkatan relatif dari aktivitas kolinergis interneuron dari striatal, yang berperan pada tremor pada IPD.
·     Patogenesis IPD tidak diketahui, tapi neurotoksin yang selektif terhadap reseptor dopaminergik dan kerusakan selular dari oxyradicals telah dipertimbangkan.
MANIFESTASI KLINIK
·        IPD muncul bertahap dan berkembang dengan lambat. gejala klinik dirangkum pada Tabel 52-1. Simtom awal melibatkan fungsi sensorik, tapi dengan memburuknya penyakit, satu atau lebih dari tampilan primer klasik (seperti, tremor saat istirahat, kekakuan, bradikinesia, perubahan postur) bisa muncul. Ciri lain termasuk micrographia, hypomimia (berkurangnya pergerakan wajah) dan jarang berkedip, berjalan dengan menyeret kaki, dan lamban.
Tabel 52-1
·   Tremor saat istirahat adalah tipikal dari IPD dan sering menjadi satu-satunya keluhan yang muncul.Tetapi, hanya dua per tiga pasien IPD yang mempunyai tremor saat diagnosa, dan beberapa tidak pernah mengalami simtom ini. Tremor paling umum muncul pada tangan, awalnya unilateral, dan terkadang mempunyai kondisi khusus “pill-rolling”. Tremor saat istirahat biasanya hilang dengan gerakan yang disengaja dan tidak terjadi sewaktu tidur.
·         Kekakuan otot melibatkan meningkatnya resistensi otot terhadap sejumlah gerakan pasif dan bisa bersifat cog-wheel. Instabilitas postural bisa menyebabkan jatuh.
·         Berkurangnya intelektual tidak bisa dihindari, tapi beberapa pasien mengalami kondisi yang sulit dibedakan dari penyakit Alzheimer.
DIAGNOSA
·    Kriteria diagnosa menyebutkan paling tidak dua gejala yang muncul : (1) kekakuan otot tangan atau kaki; (2) tremor saat istirahat (pada frekuensi 3-6 Hz dan hilang dengan gerakan yang disengaja); (3) bradykinesia; atau (4) instabilitas postural.
·      Sejumlah kondisi lain harus dikeluarkan dari diagnosa. Parkinson yang diinduksi pengobatan harus dikeluarkan (seperti, antipsikotik, antiemetik, atau metoclorpramide). Kriteria diagnosa lainnya termasuk tidak terjadi gangguan neurologik lainnya dan tingkat respon terhadap levodopa.
TARGET TERAPI
Tujuan terapi adalah memperkecil ketidak mampuan pergerakan dan efek samping dengan tetap menjaga kualitas hidup. Keluarga dan pasien sebaiknya terlibat dalam pengambilan kepetusan terkait pengobatan dan edukasi pasien.
TERAPI FARMAKOLOGI
·   Skema perawatan untuk IPD awal (early) dan akhir (late) ditunjukkan pada Gambar 52-1 dan 52-2
·  Pada pasien dengan simtom ringan, medikasi sering tidak diperlukan jika belum terjadi          ketidakmapuan pergerakan. Banyak pasien hanya menunjukkan tremor saat istirahat dan      pergerakannya tidak terlalu lambat, yang bisa ditangani dengan efektif menggunakan antikolinergik atau amantadine.
·  Terapi paling efektif untuk IPD adalah penggantian neurotransmiter dopamine dengan memberikan prekursornya,levodopa. Meski levodopa lebih efektif dari medikasi lain yang tersedia, pertimbangan atas resiko untuk penggunaan jangka panjang menyebabkan beberapa klinisi membatasi penggunaannya.
·    Keputusan untuk memasukkan levodopa atau agonis dopamine ditentukan oleh memburuknya ketidakmampuan pergerakan dan medikasi alternatif yang tidak efektif dalam mengendalikan simtom.
·         Rangkumam medikasi yang tersedia dicantumkan pada Tabel 52-2.
Medikasi Antikolinergik
·         Antikolinergik bisa efektif terhadap tremor dan tampilan dystonic (=kelainan tonus otot sehingga kejang dan postur yang abnormal) pada beberapa pasien tapi sangat jarang mempunyai efek bermanfaat untuk bradykinesia atau simtom lainnya. Agen ini bisa digunakan sebagai monoterapi atau dengan antiparkinson lain. Agen-agen ini sedikit berbeda satu dengan lainnya pada potensi terapi atau efek samping.
Gambar 52-1
Gambar 52-2
·         Efek samping dari antikolinergik termasuk mulut kering, pandangan kabur, konstipasi dan retensi urin. Efek samping lebih serius termasuk menjadi pelupa, depresi, dan ansietas. Pasien yang mempunyai defisit kognitif dan bertambahnya usia beresiko tinggi untuk efek sentral dari antikolinergik.
Amantadine
·         Amantadine sering efektif untuk simtom ringan, terutama tremor. Obat ini juga mengurangi dyskinesia pada dosis yang relatif tinggi (400 mg/hari).
·         Mekanisme aksi pastinya tidak diketahui tapi bisa melibatkan mekanisme dopaminergik atau nondopaminergik seperti inhibisi reseptor N-methyl-d-aspartate.
·         Efek samping termasuk sedasi, mimpi yang sangat nyata, mulut kering, depresi, halusinasi, ansietas, pusing, psikosis, dan confusion. Livedo reticularis (bercak difus pada kulit) merupakan efek samping yang sering muncul tapi sifatnya reversibel.
·         Dosis sebaiknya dikurangi pada pasien dengan disfungsi renal.
Tabel 52-2
Levodopa dan Carbidopa/Levodopa
·         Levodopa, obat paling efektif yang tersedia, adalah prekursor dari dopamine. Agen ini melewati sawar darah-otak, sedang dopamin tidak.
·         Ada konsensus umum bahwa pemberian obat dimulai saat penyakit mulai mengganggu aktivitas pasien.
·         Pada sistem saraf pusat dan dibagian tubuh lain, levodopa dikonversi oleh L-amino acid decarboxylase (L-AAD) menjadi dopamine. Di perifer, L-AAD bisa dihalangi dengan pemberian carbidopa, yang tidak melewati sawar darah-otak. Sehingga carbidopa meningkatkan penetrasi levodopa ke SSP dan mengurangi efek samping (mual, muntah, aritmia kardia, hipertensi postural) dari metabolisme levodopa perifer menjadi dopamine.
·         Medikasi dimulai dengan pemberian levodopa 200-300 mg/hari dalam kombinasi dengan carbidopa. Regimen ini memberikan pengurangan ketidakmampuan pergerakan yang cukup. Dosis maksimum levodopa adalah 800 mg/hari.
·         Sekitar 75 mg carbidopa dibutuhkan untuk mencegah efek samping perifer, tapi beberapa pasien bisa butuh sampai 150 mg/hari. Carbidopa/levodopa paling banyak digunakan dalam tablet 25 mg/100 mg, tapi tersedia juga sediaan 10 mg/100 mg. Sediaan pelepasan terkendali untuk carbidopa/levodopa juga tersedia dalam 50 mg/200 mg dan 25 mg/100 mg. Jika efek samping perifer cukup kuat, tersedia tablet carbidopa 25 mg (Lodosyn).
·         Sekitar 5-10% pasien IPD mengalami pergerakan tidak terkendali atau respon durasi singkat dengan tiap tahun terapi levodopa yang dijalani. Komplikasi pergerakan yang dihubungkan dengan penggunaan lama carbidopa/levidopa dan perawatannya dicantumkan pada Tabel 52-3.
·         End-of-dose deterioration (“wearing off”) telah dihubungkan dengan peningkatan kemampuan penyimpanan dopamine di neuron. Carbidopa/levodopa bisa diberikan lebih sering atau sediaan lepas lambat bisa digunakan. Beberapa pasien yang menggunakan sediaan lepas lambat membutuhkan peningkatan dosis levodopa karena penurunan bioavalaibilitas, dan bisa diperlukan dosis carbidopa/levodopa konvensional di pagi hari untuk absorpsi dan respon yang cepat. Agonis dopamine juga bisa ditambahkan ke carbidopa/levodopa.
·         Monoamine oxidase B (MAO-B) inhibitor (selegiline) dan catechol-O-methyl-transferase (COMT) inhibitor (tolcapone dan entacapone) memperpanjang aksi levodopa, sebagaimana dibahas lebih lanjut nanti di bab ini.
·         Fluktuasi cepat dari keadaan motor “on” ke “off” bisa muncul pada pasien yang menggunakan levodopa secara kronik. Penambahan agonis dopaminergik dan COMT inhibitor bisa bermanfaat. Periode bebas obat (libur obat) tidak terbukti bermanfaat sebagai intervensi terapi karena tidak nyaman, resikonya, dan hasil terbatas yang terlihat pada kebanyakan pasien.
·         Dyskinesia dan dystonia biasanya dihubungkan dengan puncak dari efek antiparkinson. Penggunaan levodopa dosis lebih kecil dan sering, sediaan lepas lambat, atau penambahan agonis dopamine bisa membantu.
·         Efek samping psikiatri dari levodopa termasuk derilium, agitasi, paranoia, delusi, dan halusinasi. Ini terutama terjadi pada pasien lebih tua dan mereka yang mengalami dementia dan confusion. Clozapine dosis rendah bisa memperbaiki simtom psikotik dengan tetap memperbaiki tremor dan simtom motor lainnya. Quatlapine juga aman dan efektif. Olanzapine dan risperidone bisa memperbaiki simtom psikotik tapi memperburuk tampilan parkinson.
·         Ada variabilitas intra- dan intersubyek bermakna pada waktu untuk mencapai puncak konsentrasi plasma setelah levodopa oral, dan bisa lebih dari satu puncak konsentrasi setelah dosis tunggal karena pengosongan lambung yang lambat. Makanan menunda sedang antasid memacu pengosongan labung. Levodopa umumnya diserap di duodenum proksimal oleh sistem transpor large neutral amino acid (LNAA) jenuh. LNAA dari makanan bisa berkompetisi untuk situs ini dan berkompetisi dengan levodopa untuk transpor ke otak. Waktu paruh eliminasi dari levodopa sekitar 1 jam dan diperpanjang sampai 1,5 jam dengan carbidopa.
Tabel 52-3
·         Levodopa sebaiknya tidak diberikan dengan MAO-A inhibitor, karena adanya resiko krisis hipertensi, atau dengan agen antipsikotik tradisional, karena kemungkinan antagonisme efikasi levodopa.
Selegiline
·         Selegiline (deprenyl; Eldepryl) adalah MAO-B inhibitor yang ireversibel yang menghalangi pemecahan dopamine dan memperpanjang durasi aksi levodopa sampai 1 jam. Dengan agen ini dosis levodopa bisa dikurangi sampai setengahnya.
·    Selegiline juga meningkatkan puncak efek levodopa dan bisa memperburuk dyskinesia atau   simtom psikiatri seperti delusi dan halusinasi.
·    Metabolit selegiline adalah L-methamphetamine dan L-amphetamine. Efek samping sedikit dan termasuk imsomnia dan gugup.
·       Dari studi untuk evaluasi sifat neuroproteksinya diperkirakan selegiline bisa menunda kebutuhan untuk levodopa sampai sekitar 9 bulan dan mempunyai efek simtomatik, tapi tidak ada bukti kuat bahwa agen ini bisa memperlambat neurodegenerasi.
COMT Inhibitor
·         Tolcapone (Tasmar) dan entacapone (Comtan) digunakan hanya bersamaan dengan carbidopa/levodopa untuk mencegah perubahan levodopa di perifer menjadi metabolitnya 3-O-methyldopa (3OMD) sehingga memperpanjang aksi carbidopa/levodopa. Agen-agen ini secara signifikan menurunkan waktu ”off” dan menurunakan kebutuhan levodopa. Penggunaan MAO inhibitor nonselektif secara bersamaan sebaiknya dihindari untuk mencegah inhibisi jalur untuk metabolisme katekolamin normal.
·         Dosis tolcapone awal yang dianjurkan adalah 100 mg tiga kali sehari sebagai tambahan untuk carbidopa/levodopa. Penggunaannya dibatasi potensinya untuk disfungsi liver; beberapa kematian telah dilaporkan. Pengawasan ketat pada fungsi hati dibutuhkan.
·         Karena entacapone mempunyai waktu paruh lebih singkat, 200 mg diberikan untuk tiap dosis carbidopa/levodopa sampai delapan kali sehari. Efek samping dopaminergik bisa muncul dan ditangani dengan mudah dengan mengurangi dosis carbidopa/levodopa. Urine oranye-kecoklatan bisa terlihat (juga dengan tolcapone), tapi tidak ada bukti hepatotoksisitas dari entacapone.
Agonis Dopamine
·         Turunan ergot pergolide (Permax) dan bromocriptine (Parlodel) dan agen non-ergot pramipexole (Mirapex) dan ropinirole (Requip) adalah agen tambahan yang bermanfaat pada pasien dengan respon terhadap levodopa yang menurun, dan untuk mereka dengan respon klinik terbatas karena tidak bisa mentolerir levodopa dosis tinggi. Agen ini menurunkan frekuensi periode ”off” dan memberikan efek levodopa-sparring.
·         Pergolide dengan levodopa adalah serupa atau mungkin lebih berefek dengan efek samping lebih sedikit dari bromocriptine dengan levodopa.
·         Ketika digunakan dalam monoterapi, pergolide, pramipexole, dan Ropinirole  tampaknya lebih efektid dari bromocriptine sebaagi alternatif untuk levodopa, tapi hanya pramipexole dan ropirinole yang disetujui untuk monoterapi.
·         Penggunaan kombinasi levodopa dengan agonis dopamine atau monoterapi agonis dopamine sebagai terapi awal menunjukkan penurunan resiko untuk terjadinya fluktuasi respon. Ini menimbulkan pertanyaan apakah terapi awal IPD sebaiknya merupakan monoterapi agonis dopamine. Karena pasien lebih muda lebih mungkin mengembangkan fluktuasi motor karena harapan hidup yang lebih lama, agonis dopamine bisa dipilih untuk populasi ini. Pasien lebih tua lebih mungkin mengalami psikosis dari agonis dopamine dan mempunyai harapan hidup lebih pendek; karenanya, carbdopa/levodopa bisa menjadi medikasi awal terpilih, terutama jika pasien dementia.
·         Pemilihan agonis dopamine tergantung pada ongkos dan pengalaman dokter. Dosis awal bromocriptine yang dianjurkan adalah 1,25 mg sekali atau dua kali sehari; dosis sebaiknya dinaikkan perlahan 1,25-2,5 mg/hari tiap minggu dan dijaga pada dosis efektif minimum. Rerata dosis harian <30 mg bisa efektif untuk beberapa tahun pada banyak pasien, tapi beberapa pasien membutuhkan sampai 120 mg/hari.
·         Dosis awal pergolide yang dianjurkan adalah 0,05 mg/hari selama 2 hari, ditingkatkan bertahap 0,1-0,15 mg/hari tiap 3 hari selama 12 hari. Jika diperlukan dosis lebih tinggi, dosis bisa dinaikkan 0,25 mg tiap 3 hari sampai simtom hilang atau efek samping muncul. Dosis terapi rata-rata pada kebanyakan uji klinik adalah sekitar 3 mg/hari.
·         Pramipexole diberikan dalam dosis awal 0,125 mg tiga kali sehari dan dinaikan tiap 5-7 hari sejauh yang bisa ditolerir. Pada studi dosis tetap, dosis>3 mg/hari tidak lebih efektif dari 1,5 mg/hari dan dihubungkan dengan efek samping yang lebih sering. Agen ini terutama diekskresi di renal, dan dosis awal harus disesuaikan pada gangguan fungsi ginjal.
·         Ropinirole diberikan dalam dosis awal 0,25 mg tiga kali sehari dan dinaikkan 0,25 mg tiga kali sehari tiap minggu. Agen ini dimetabolisme oleh sitokrom P450 1A2; fluoroquinolone dan merokok bisa merubah kliren ropinirole.
·         Mual muncul pada >50% pasien yang menggunakan agonis dopamine; muntah jarang terjadi. Kecuali untuk hipotensi postural, efek kardiovaskular jarang muncul. Efek SSP (seperti, confusion, halusinasi, dan sedasi) umumnya terkait dosis dan terjadi pada satu per tiga pasien.
TERAPI OPERASI
·         Teknik operasi paling menjanjikan adalah  deep brain stimulation (DBS) pada globus pallidus interna (GPI) dan nukleus subtalamik, yang menurunkan keluaran dari area ini, sehingga mengurangi input ke talamus.
·         Thalamus DBS dan thalactomy (penghancuran lesi focal dari talamus) bisa mengurangi tremor.
·         Pallidotomy (penghancuran lesi focal pada GPI) dan GPI DBS bisa membantu pada diskinesia parah dan fluktuasi on/off tapi tidak bermanfaat untuk bradykinesia.
EVALUASI HASIL TERAPI
·         Pasien dan orang yang merawat sebaiknya diedukasi bahwa mereka bisa ikut serta dalam perawatan dengan merekam waktu pemberian medikasi dan durasi periode ”on” dan ”off”.
·         Simtom, efek samping dan aktivitas keseharian haris dimonitor dan terapi harus individual.


Thursday, 1 January 2015

KONSTIPASI


DEFINISI
Beberapa definisi konstipasi telah digunakan di studi klinik. Definisi yang digunakan termasuk : kurang dari tiga kali defekasi per minggu untuk wanita dan lima untuk pria meski mengkonsumsi diet residu tinggi atau periode >3 hari tanpa pergerakan intestinal; straining at stool >25% of the time dan/atau dua atau kurang defekasi per minggu; or straining at defecation and less than one stool daily with minimal effort. Berbagai definisi ini menunjukkan  sulitnya mengelompokkan masalah ini
PATOFISIOLOGI
·         Konstipasi bukan penyakit tapi simtom dari penyakit atau kondisi tertentu.
·         Kelainan saluran cerna (seperti, irritable bowel sindrome atau diverculitis), kelainan metabolic (seperti, diabetes), atau kelainan endokrin (seperti hipotiroid) bisa menyebabkan konstipasi.
·         Konstipasi umumnya sebagai akibat dari diet rendah serat atau penggunaan obat konstipasi seperti opiate.
·         Konstipasi bisa terkadang bersifat psikogenik (=bersifat psikis)
Kelainan atau kondisi yang bisa menyebabkan konstipasi adalah:
·         Kelainan saluran cerna
Obstruksi gastroduodenal sebagai akibat dari ulser atau kanker, Irritable bowel syndrome, Diverculitis, Hemorrhoid, fissure anal, Ulcerative proctitis, Tumor
·         Kelainan metabolic dan endokrin
Diabetes mellitus, Hipotiroid, Panhipopituitari, Pheochromacytoma, Hiperkalsimea
·         Kehamilan
·         Konstipasi neurogenik
Trauma kepala, Tumor system saraf pusat, Stroke, Penyakit Parkinson
·         Konstipasi psikogenik
Kelainan psikiatri, Sifat intestinal yang lain dari biasanya
·         Konstipasi yang disebabkan obat
Analgesic
   Inhibitor sintesis prostaglandin, Opiate
Antikolinergis
 Antihistamine, Antiparkinson (seperti, benztropine atau trihexyphenidyl), Phenothiazine,           Trisyclic antidepressant.
Antacid yang mengandung kalsium carbonate atau aluminium hidroksida
Barium sulfat, Ca channel blocker, Clonidine
Diuretic (selain diuretic hemat kalium),Ganglionik blocker, Preparat besi
Blocker otot (d-tubocurarine, suksinilkoline), Polystyrene sodium sulfonate
·         Semua turunan opiate dihubungkan dengan konstipasi, tapi tingkatan efek inhibisi intestinal tampaknya berbeda antar agen. Opiate yang diberikan oral tanpaknya mempunyai efek inhibisi lebih besar dari agen yang diberikan parenteral; kodein oral telah diketahui merupakan agen antimotilitas poten.
·         Agen dengan sifat antikolinergis menginhibit fungsi intestinal melalui aksi parasimpatik pada inervasi (persarafan) ke banyak area di saluran cerna, terutama kolon dan rectal. Banyak tipe obat mempunyai aksi antikolinergis, dan agen ini umum digunakan pada pasien rumah sakit dan pasien rawat jalan.
GEJALA
·  Pasien dengan konstipasi biasanya mengeluhkan rasa tidak nyaman pada abdominal dan pembesaran abdominal.
·       Konstipasi bisa bervariasi implikasinya dari rasa tidak nyaman minor pada dewasa sehat sampai simtom kanker kolon atau penyakit serius lainnya.
·       Dasar untuk evaluasi dan perawatan sebaiknya memasukkan riwayat pasien dengan menanyakan sifat dari konstipasi.
·       Pasien sebaiknya ditanyai untuk frekuensi pergerakan intestinal dan tingkat kronik dari konstipasi. Pasien juga ditanyai mengenai diet dan regimen laksatif yang mungkin diambil. Apakah diet pasien secara konsisten kekurangan makanan serat tinggi dan terutama hanya makanan olahan? Laksatif atau cathartic (= laksatif kuat) yang digunakan pasien untuk menghilangkan konstipasi?
·         Pasien sebaiknya ditanyai mengenai pengobatan lain yang sedang diambil, dengan perhatian pada agen yang bsia menyebabkan konstipasi.
·         Penyalahgunaan laksatif bisa memberikan temuan yang kontradiktif, terkadang diare atau turun berat badan. Penyalahguna laksatif bisa juga mengalami muntah, nyeri abdominal, lassitude (= kekurangan energi, lemas), haus, edema, dan nyeri tulang (karena osteomalacia/pelunakan tulang). Dengan perpanjangan penyalahgunaan, pasien akan mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (umumnya hipokalemia), gastroenteropati dengan hipoalbuminemia, dan syndrome yang mirip colitis. Penyalahguna laksatif seringkali menyangkal mereka telah menggunakan.
HASIL YANG DIINGINKAN
Tujuan utama perawatan konstipasi adalah konstipasi dengan merubah gaya hidup (terutama diet) untuk mencegah episode konstipasi lebih lanjut. Untuk konstipasi akut, tujuan adalah untuk mengurangi simtom dan mengembalikan fungsi intestinal ke normal.
PERAWATAN
PENDEKATAN UMUM UNTUK PERAWATN
·         Pendekatan umum yang dipercaya bermanfaat untuk menangani konstipasi termasuk modifiasi diet untuk meningkatkan jumlah konsumsi serat harian, latihan fisik, penyesuaian kebiasaan intestinal sehingga respon untuk defekasi kembali normal, dan meningkatkan asupan cairan.
·         Jika suatu penyakit diketahui sebagai penyebab konstipasi, bisa dilakukan usaha untuk mengatasinya. Keganasan saluran cerna bisa dihilangkan melalui pengangkatan dengan operasi. Gangguan metabolic dan endokrin bisa diperbaiki dengan metode yang sesuai.
·         Potensi obat yang menyebabkan kosntipasi sebaiknya dikenali. Untuk beberapa medikasi (seperti, antacid), tersedia alternative yang tidak menyebabkan konstipasi. Jika tidak ada alternative, bisa dipertimbangakn untuk mengurangi dosis. Jika pasien harus tetap mengkonsumsi obat tersebut, maka harus diberikan perhatian lebih untuk pencegahan konstipasi, sebagaimana akan dibahas berikut.
MODIFIKASI DIET DAN AGEN PEMBENTUK MASSA
·         Aspek terpenting pada terapi untuk konstipasi pada mayoritas pasien adalah modifikasi diet untuk meningkatkan jumlah serat yang dikonsumsi. Pasien dinasihati untuk menyertakan paling tidak 10 g serat pada diet harian mereka. Buah-buahan sayuran, dan sereal mempunyai kandungan serat paling tinggi.
·         Uji modifikasi diet dengan kandungan tinggi serat sebaiknya dilanjutkan sampai 1 bulan sebelum efeknya pada fungsi intestinal ditentukan.
·         Pasien harus diberitahu bahwa bisa terjadi pembesaran abdomen dan flatus pada beberapa minggu pertama, terutama pada konsumsi tinggi bran.
TINDAKAN OPERASI
·         Untuk sejumlah kecil pasien dengan keluhan konstipasi, diperlukan tindakan operasi (seperti pengangkatan intestinal). Operasi biasanya perlu untuk kebanyakan keganasan pada kolon dan juga obstruksi saluran cerna karena sejumlah kasus.
BIOFEEDBACK
(= penggunaan pengawasan elektronik pada fungsi tubuh automatis normal untuk melatih sehingga didapat control voluntary [control dari otak] dari fungssi tersebut)
·         Mayoritas pasien dengan konstipasi terkait disfungsi lantai pelvic bisa mengambil manfaat dari terapi biofeedback yang dipandu electromyogram.
TERAPI FARMAKOLOGI
·         Beberapa tipe laksatif akan dibahas pada bagian ini. Agen ini dibagi ke dalam tiga kelas: (1) yang menyebabkan pelunakan feses dalam 1-3 hari (laksatif pembentuk massa, docusate, dan lactulose); (2) yang menghasilkan feses lunak atau semifluid dalam 6-12 jam (turunan diphenylmethane dan turunan anthraquinone); dan (3) yang menyebabkan evakuasi air dalam 1-6 jam (carthatic saline, minyak jarak, dan polyethylene glycol-larutan elektrolit lavage (lavage=membasuh kavitas pada tubuh).
·         Rekomendasi dosis untuk laksatif dan carthatic pada Tabel 20-1.
REKOMENDASI
·         Dasar untuk perawatan dan pencegahan konstipasi sebaiknya termasuk agen pembentuk massa sebagai tambahan untuk modifikasi diet yang meningkatkan serat pada diet.
·         Untuk kebanyakan pasien rawat jalan dengan konstipasi akut, penggunaan tidak sering dari laksatif (penggunaan setiap kurang dari beberapa minggu) dari kebanyakan produk laksatif bisa diterima; tetapi, sebelum digunakan laksaitf/carthatic yang lebih poten, bisa dilakukan usaha yang lebih sederhana. Misalkan, konstipasi akut bisa dikurangi dengan penggunaan tap-water enema atau suppositoria gliserin; jika keduanya tidak efektif, bisa digunakan sorbitol oral, diphenylmethane dosis rendah atau turunan anthraquinone, atau laksatif saline (seperti, susu magnesia).
Table 20-1
·         Jika perawatan laksatif diperlukan lebih dari satu minggu, pasien bisa direkomendasikan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mencoba mencari adakah penyebab konstipasi yang membutuhkan perawatan dengan agen selain laksatif.
·         Untuk pasien manula, atau dengan konstipasi kronik, laksatif pembentuk massa tetap menjadi pilihan pertama perawatan, tapi penggunaan  laksatif yang lebih poten bisa dibutuhkan lebih sering. Agen yang bisa digunakan termasuk diphenylmethane dan turunan anthraquinone, susu magnesia (suspensi magnesium hidroksida), dan lactulose.
·         Pada pasien rumah sakit tanpa penyakit saluran cerna, konstipasi bisa terkiat dengan penggunaan anastesi dan/atau substan opiate. Laksatif oral atau rectal bisa digunakan. Untuk merangsang pergerakan intestinal, tap-water enema atau supositoria gliserin dianjurkan, atau susu magnesia.
·         Pendekatan untuk perawatan konstipasi pada anak dan bayi sebaiknya mempertimbangkan kelainan neurologis, metabolic, atau anatomic ketika konstipasi sulit diatasi. Ketika tidak  terkait dengan suatu kondisi, pendekatan untuk perawatan serupa dengan untuk dewasa. Diet tinggi serat bisa dilakukan.
Laksatif Emolien (Docusate)
·         Agen surfaktan ini, docusate dengan berbagai bentuk garamnya, bekerja dengan pencampuran material larut air dan larut minyak pada saluran cerna. Agen ini bisa meningkatkan sekresi air dan elektrolit pada intestinal kecl dan besar.
·         Produk ini menyebabkan pelunakan feses dalam 1-3 hari.
·         Laksatif emolien tidak efektif untuk mengatasi konstipasi tapi digunakan terutama untuk mencegah konstipasi. Agen ini bisa berguna pada kondisi dimana menahan defekasi sebaiknya dihindari, seperti setelah penyembuhan dari infark myocardia, dengan penyakit perianal akut, atau setelah  operasi rectal.
·         Agen ini tidak efektif untuk pencegahan jika factor penyebab utama (seperti, penggunaan opiate, gangguan patologis, kurangnya fiber pada diet) tidak diatasi terlebih dahulu.
Lubrikan
·         Minyak mineral adalah satu-satunya laksatif lubrikan yang digunakan secara rutin dan bekerja dengan menutupi feses sehingga lebih mudah keluar. Lubrikan menginhibit absorpsi kolon dari air, sehingga meningkatkan berat feses dan mengurangi waktu transit di kolon.
·         Umumnya, efeknya pada fungsi intestinal baru terlihat setelah 2 atau 3 hari.
·         Minyak mineral berguna pada situasi yang serupa untuk penggunaan docusate: untuk mempertahankan feses yang lunak dan menghindari straining untuk periode relative singkat (beberapa hari sampai 2 minggu).
·         Minyak mineral bisa diabsorbsi ke sistemik dan menyebabkan reaksi benda asing pada jaringan limfoid. Juga, pada pasien lemah atau selalu berbaring, minyak mineral bisa diaspirasi, menyebabkan pneumonia limfoid.
Lactulosa dan Sorbitol
·         Lactulose adalah disakarida yang menyebabkan efek osmotic pada kolon.
·         Lactulosa umumnya tidak dianjurkan untuk terapi pilihan pertama untuk konstipasi karena mahal dan tidak lebih efektif dari agen seperti susu magnesia. Penggunaannya pada konstipasi akut dan diketahui berguna pada pasien manula.
·         Terkadang, penggunaan lactulosa bisa menyebabkan flatulen, kram, diare, dan gangguan elektrolit.
·         Sorbitol, suatu monosakarida, telah direkomendasikan sebagai agen utama pada perawatan konstipasi fungsional pada pasien yang normal secara kognitif.
Turunan Diphenylmethane
·         Dua agen yang umum digunakan dari kelas ini adalah bisacodyl dan phenolphthalein.
·         Bisacodyl merangsang jaringan saraf mucosal pada kolon; mekanisme kerja phenolphthalein masih belum jelas.
·         Dosis agen ini agar bekerja efektif variasinya besar sekali antar individu. Dosis yang tidak berefek pada satu pasien bisa menyebabkan kram berlebihan dan evakuasi cairan pada pasien lain.
·         Agen-agen ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan harian. Penggunaan yang bisa diterima adalah dalam interval (tiap beberapa minggu) untuk merawat konstipasi atau sebagai preparat intestinal sebelum prosedur diagnosa dimana perlu untuk membersihkan kolon.
·         Pasien yang mengkonsumsi laksatif yang mengandung phenolphthalein sebaiknya diberitahu bahwa agen tersebut bisa menyebabkan urine berwarna pink.
Turunan Anthraquinone
·         Agen dari kelas ini adalah cascara sagrada, sennosida, dan casanthrol. Efeknya terbatas pada kolon, dan bisa terjadi stimulasi pada pleksus Auerbach.
·         Rekomendasi untuk penggunaan agen ini serupa dengan untuk penggunaan turunan diphenylmethane. Pada kebanyakan kasus, penggunaan dalam interval bisa diterima; tetapi sebaiknya didorong untuk menggunakan harian.
Carthatic Saline
·         Carthatic saline terdiri dari yang relative sulit diserap seperti magnesium, sulfat, fosfat, dan citrate, yang menghasilkan kerjanya terutama dengan aksi osmotic untuk mempertahankan cairan di saluran cerna.
·         Agen ini bisa diberikan oral atau rectal.
·         Bisa terjadi pergerakan intestinal setelah beberapa jam setelah dosis oral dan setelah 1 jam atau kurang setelah dosis rectal.
·         Agen ini sebaiknya digunakan terutama untuk evakuasi cairan akut pada intestinal, yang diperlukan sebelum pemeriksaan untuk diagnosa, setelah keracunan, dan bersamaan dengan anthelmintic untuk menghilangkan parasit.
·         Agen seperti susu magnesia (suspensi 8% magnesium hidroksida) bisa digunakan misalkan tiap beberapa minggu untuk mengatasi konstipasi pada dewasa sehat.
·         Carthatic saline sebaiknya tidak digunakan rutin untuk mengobati konstipasi. Dengan pemadatan fecal, preparat enema dari agen ini bisa sangat membantu.
Minyak Jarak
·         Minyak jarak dimetabolisme di saluran cerna menjadi senyawa aktif, asam ricinoleat, yang merangsang proses sekresi, mengurangi absorpsi glukosa, dan merangsang motilitas intestinal, terutama di intestinal kecil. Dengan minyak jara, pergerakan intestinal biasanya muncul dalam 1-3 jam setelah pemberian. Karena agen ini mempunyai aksi laksatif yang sangat kuat, sebaiknya tidak digunakan secara rutin.
Gliserin
·         Agen ini biasanya diberikan sebagai supositoria 3 g dan aksinya berupa aksi osmotic pada rectum. Seperti kebanyakan agen supositoria lain, mula kerjanya biasanya kurang dari 30 menit.
·         Gliserin dianggap sebagai laksatif yang sangat aman, meski terkadang bisa menyebabkan iritasi rectal. Penggunaan dalam interval bisa diterima terutama pada anak-anak.
Polyethylene Glycol-Electrolyte Lavage Solution
·         Polyethylene glycol electrolyte lavage mmars (PEG-ELS) sangat mmar penggunaannya untuk membersihkan kolon secara tuntas sebelum prosedur diagnosa atau operasi colorectal.
·         Empat liter cairan ini diberikan selama 3 jam untuk mendapatkan evakuasi cairan total dari saluran cerna. Larutan ini tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin, dan sebaiknya dihindari untuk pasien dengan obstruksi intestinal.
Agen Lain
  • Tap water enema bisa digunakan untuk mengatasi konstipasi sederhana. Pemberian 200 ml air dengan enema pada dewasa sering memberikan hasil berupa pergerakan intestinal dalam satu setengah jam. Soapsuds (semacam sabun???) tidak lagi dianjurkan penggunaannya untuk enema karena bisa menyebabkan proctitis atau colitis.


Sumber : HandBooks Pharmacotherapy (terjemahan), PICTURE www.indramuhtadi.com.