Saturday, 3 January 2015
PARKINSON
DEFINISI
Idiopathic
Parkonsin’s disease (IPD) memiliki krateristik gejala klinis maupun hasil pemeriksaan neuropatologi yang khas, termasuk ganguan gerak/motorik dan pada beberapa kasus berupa ganguan kejiwaan/ mental.
PATOFISIOLOGI
·Aktivasi
reseptor D2 tampaknya penting untuk mediasi perbaikan klinik dan
beberapa efek samping (seperti, halusinasi).
· Degenerasi
neuron dopamin nigrostriatal menyebabkan peningkatan relatif dari aktivitas kolinergis interneuron dari striatal, yang berperan pada tremor pada IPD.
· Patogenesis
IPD tidak diketahui, tapi neurotoksin yang selektif terhadap reseptor
dopaminergik dan kerusakan selular dari oxyradicals telah dipertimbangkan.
MANIFESTASI KLINIK
· IPD muncul bertahap dan
berkembang dengan lambat. gejala klinik dirangkum pada Tabel 52-1. Simtom
awal melibatkan fungsi sensorik, tapi dengan memburuknya penyakit, satu atau lebih dari
tampilan primer klasik (seperti, tremor saat istirahat, kekakuan, bradikinesia,
perubahan postur) bisa muncul. Ciri lain termasuk micrographia, hypomimia
(berkurangnya pergerakan wajah) dan jarang berkedip, berjalan dengan menyeret
kaki, dan lamban.
Tabel
52-1
· Tremor saat istirahat adalah
tipikal dari IPD dan sering menjadi satu-satunya keluhan yang muncul.Tetapi,
hanya dua per tiga pasien IPD yang mempunyai tremor saat diagnosa, dan beberapa
tidak pernah mengalami simtom ini. Tremor paling umum muncul pada tangan,
awalnya unilateral, dan terkadang mempunyai kondisi khusus “pill-rolling”.
Tremor saat istirahat biasanya hilang dengan gerakan yang disengaja dan tidak
terjadi sewaktu tidur.
·
Kekakuan otot melibatkan
meningkatnya resistensi otot terhadap sejumlah gerakan pasif dan bisa bersifat cog-wheel. Instabilitas postural bisa
menyebabkan jatuh.
·
Berkurangnya intelektual tidak
bisa dihindari, tapi beberapa pasien mengalami kondisi yang sulit dibedakan
dari penyakit Alzheimer.
DIAGNOSA
· Kriteria diagnosa menyebutkan
paling tidak dua gejala yang muncul : (1) kekakuan otot tangan atau kaki;
(2) tremor saat istirahat (pada frekuensi 3-6 Hz dan hilang dengan gerakan yang
disengaja); (3) bradykinesia; atau (4) instabilitas postural.
· Sejumlah
kondisi lain harus dikeluarkan dari diagnosa. Parkinson yang diinduksi
pengobatan harus dikeluarkan (seperti, antipsikotik, antiemetik, atau metoclorpramide).
Kriteria diagnosa lainnya termasuk tidak terjadi gangguan neurologik lainnya
dan tingkat respon terhadap levodopa.
TARGET TERAPI
Tujuan terapi adalah memperkecil ketidak mampuan pergerakan dan efek samping
dengan tetap menjaga kualitas hidup. Keluarga dan pasien sebaiknya terlibat
dalam pengambilan kepetusan terkait pengobatan dan edukasi pasien.
TERAPI FARMAKOLOGI
· Skema
perawatan untuk IPD awal (early) dan akhir (late) ditunjukkan pada Gambar 52-1
dan 52-2
· Pada
pasien dengan simtom ringan, medikasi sering tidak diperlukan jika belum
terjadi ketidakmapuan pergerakan. Banyak pasien hanya menunjukkan tremor saat
istirahat dan pergerakannya tidak terlalu lambat, yang bisa ditangani dengan
efektif menggunakan antikolinergik atau amantadine.
· Terapi
paling efektif untuk IPD adalah penggantian neurotransmiter dopamine dengan
memberikan prekursornya,levodopa. Meski levodopa lebih efektif dari medikasi
lain yang tersedia, pertimbangan atas resiko untuk penggunaan jangka panjang
menyebabkan beberapa klinisi membatasi penggunaannya.
· Keputusan
untuk memasukkan levodopa atau agonis dopamine ditentukan oleh memburuknya
ketidakmampuan pergerakan dan medikasi alternatif yang tidak efektif dalam
mengendalikan simtom.
·
Rangkumam
medikasi yang tersedia dicantumkan pada Tabel 52-2.
Medikasi Antikolinergik
·
Antikolinergik
bisa efektif terhadap tremor dan tampilan dystonic (=kelainan tonus otot sehingga
kejang dan postur yang abnormal) pada beberapa pasien tapi sangat jarang
mempunyai efek bermanfaat untuk bradykinesia atau simtom lainnya. Agen ini bisa
digunakan sebagai monoterapi atau dengan antiparkinson lain. Agen-agen ini
sedikit berbeda satu dengan lainnya pada potensi terapi atau efek samping.
Gambar 52-1
Gambar 52-2
·
Efek
samping dari antikolinergik termasuk mulut kering, pandangan kabur, konstipasi
dan retensi urin. Efek samping lebih serius termasuk menjadi pelupa, depresi,
dan ansietas. Pasien yang mempunyai defisit kognitif dan bertambahnya usia
beresiko tinggi untuk efek sentral dari antikolinergik.
Amantadine
·
Amantadine sering efektif untuk simtom ringan, terutama
tremor. Obat ini juga mengurangi dyskinesia pada dosis yang relatif tinggi (400
mg/hari).
·
Mekanisme
aksi pastinya tidak diketahui tapi bisa melibatkan mekanisme dopaminergik atau
nondopaminergik seperti inhibisi reseptor N-methyl-d-aspartate.
·
Efek
samping termasuk sedasi, mimpi yang sangat nyata, mulut kering, depresi,
halusinasi, ansietas, pusing, psikosis, dan confusion.
Livedo reticularis (bercak difus pada kulit) merupakan efek samping yang sering
muncul tapi sifatnya reversibel.
·
Dosis
sebaiknya dikurangi pada pasien dengan disfungsi renal.
Tabel 52-2
Levodopa dan Carbidopa/Levodopa
·
Levodopa,
obat paling efektif yang tersedia, adalah prekursor dari dopamine. Agen ini melewati
sawar darah-otak, sedang dopamin tidak.
·
Ada
konsensus umum bahwa pemberian obat dimulai saat penyakit mulai mengganggu
aktivitas pasien.
·
Pada
sistem saraf pusat dan dibagian tubuh lain, levodopa dikonversi oleh L-amino acid
decarboxylase (L-AAD) menjadi dopamine. Di perifer, L-AAD bisa dihalangi dengan pemberian carbidopa,
yang tidak melewati sawar darah-otak. Sehingga carbidopa meningkatkan penetrasi
levodopa ke SSP dan mengurangi efek samping (mual, muntah, aritmia kardia,
hipertensi postural) dari metabolisme levodopa perifer menjadi dopamine.
·
Medikasi
dimulai dengan pemberian levodopa 200-300 mg/hari dalam kombinasi dengan carbidopa.
Regimen ini memberikan pengurangan ketidakmampuan pergerakan yang cukup. Dosis
maksimum levodopa adalah 800 mg/hari.
·
Sekitar
75 mg carbidopa dibutuhkan untuk mencegah efek samping perifer, tapi beberapa
pasien bisa butuh sampai 150 mg/hari. Carbidopa/levodopa paling banyak
digunakan dalam tablet 25 mg/100 mg, tapi tersedia juga sediaan 10 mg/100 mg.
Sediaan pelepasan terkendali untuk carbidopa/levodopa juga tersedia dalam 50
mg/200 mg dan 25 mg/100 mg. Jika efek samping perifer cukup kuat, tersedia
tablet carbidopa 25 mg (Lodosyn).
·
Sekitar
5-10% pasien IPD mengalami pergerakan tidak terkendali atau respon durasi
singkat dengan tiap tahun terapi levodopa yang dijalani. Komplikasi pergerakan
yang dihubungkan dengan penggunaan lama carbidopa/levidopa dan perawatannya
dicantumkan pada Tabel 52-3.
·
End-of-dose deterioration (“wearing off”) telah dihubungkan dengan peningkatan kemampuan
penyimpanan dopamine di neuron. Carbidopa/levodopa bisa diberikan lebih sering
atau sediaan lepas lambat bisa digunakan. Beberapa pasien yang menggunakan
sediaan lepas lambat membutuhkan peningkatan dosis levodopa karena penurunan
bioavalaibilitas, dan bisa diperlukan dosis carbidopa/levodopa konvensional di
pagi hari untuk absorpsi dan respon yang cepat. Agonis dopamine juga bisa
ditambahkan ke carbidopa/levodopa.
·
Monoamine
oxidase B (MAO-B) inhibitor (selegiline)
dan catechol-O-methyl-transferase (COMT) inhibitor (tolcapone dan entacapone)
memperpanjang aksi levodopa, sebagaimana dibahas lebih lanjut nanti di bab ini.
·
Fluktuasi
cepat dari keadaan motor “on” ke “off” bisa muncul pada pasien yang menggunakan
levodopa secara kronik. Penambahan agonis dopaminergik dan COMT inhibitor bisa
bermanfaat. Periode bebas obat (libur obat) tidak terbukti bermanfaat sebagai
intervensi terapi karena tidak nyaman, resikonya, dan hasil terbatas yang
terlihat pada kebanyakan pasien.
·
Dyskinesia
dan dystonia biasanya dihubungkan dengan puncak dari efek antiparkinson.
Penggunaan levodopa dosis lebih kecil dan sering, sediaan lepas lambat, atau
penambahan agonis dopamine bisa membantu.
·
Efek
samping psikiatri dari levodopa termasuk derilium, agitasi, paranoia, delusi,
dan halusinasi. Ini terutama terjadi pada pasien lebih tua dan mereka yang
mengalami dementia dan confusion. Clozapine dosis rendah bisa memperbaiki
simtom psikotik dengan tetap memperbaiki tremor dan simtom motor lainnya. Quatlapine juga aman dan efektif. Olanzapine dan risperidone bisa memperbaiki simtom psikotik tapi memperburuk
tampilan parkinson.
·
Ada
variabilitas intra- dan intersubyek bermakna pada waktu untuk mencapai puncak
konsentrasi plasma setelah levodopa oral, dan bisa lebih dari satu puncak konsentrasi
setelah dosis tunggal karena pengosongan lambung yang lambat. Makanan menunda
sedang antasid memacu pengosongan labung. Levodopa umumnya diserap di duodenum
proksimal oleh sistem transpor large neutral amino acid (LNAA) jenuh. LNAA dari
makanan bisa berkompetisi untuk situs ini dan berkompetisi dengan levodopa
untuk transpor ke otak. Waktu paruh eliminasi dari levodopa sekitar 1 jam dan
diperpanjang sampai 1,5 jam dengan carbidopa.
Tabel 52-3
·
Levodopa
sebaiknya tidak diberikan dengan MAO-A inhibitor, karena adanya resiko krisis
hipertensi, atau dengan agen antipsikotik tradisional, karena kemungkinan
antagonisme efikasi levodopa.
Selegiline
·
Selegiline (deprenyl; Eldepryl) adalah MAO-B inhibitor yang
ireversibel yang menghalangi pemecahan dopamine dan memperpanjang durasi aksi
levodopa sampai 1 jam. Dengan agen ini dosis levodopa bisa dikurangi sampai setengahnya.
· Selegiline
juga meningkatkan puncak efek levodopa dan bisa memperburuk dyskinesia atau simtom psikiatri seperti delusi dan halusinasi.
· Metabolit
selegiline adalah L-methamphetamine dan L-amphetamine. Efek samping sedikit dan termasuk
imsomnia dan gugup.
· Dari
studi untuk evaluasi sifat neuroproteksinya diperkirakan selegiline bisa
menunda kebutuhan untuk levodopa sampai sekitar 9 bulan dan mempunyai efek
simtomatik, tapi tidak ada bukti kuat bahwa agen ini bisa memperlambat
neurodegenerasi.
COMT Inhibitor
·
Tolcapone (Tasmar) dan entacapone
(Comtan) digunakan hanya bersamaan dengan carbidopa/levodopa untuk mencegah
perubahan levodopa di perifer menjadi metabolitnya 3-O-methyldopa (3OMD) sehingga memperpanjang aksi carbidopa/levodopa.
Agen-agen ini secara signifikan menurunkan waktu ”off” dan menurunakan
kebutuhan levodopa. Penggunaan MAO inhibitor nonselektif secara bersamaan
sebaiknya dihindari untuk mencegah inhibisi jalur untuk metabolisme katekolamin
normal.
·
Dosis
tolcapone awal yang dianjurkan adalah 100 mg tiga kali sehari sebagai tambahan
untuk carbidopa/levodopa. Penggunaannya dibatasi potensinya untuk disfungsi
liver; beberapa kematian telah dilaporkan. Pengawasan ketat pada fungsi hati
dibutuhkan.
·
Karena
entacapone mempunyai waktu paruh lebih singkat, 200 mg diberikan untuk tiap
dosis carbidopa/levodopa sampai delapan kali sehari. Efek samping dopaminergik
bisa muncul dan ditangani dengan mudah dengan mengurangi dosis
carbidopa/levodopa. Urine oranye-kecoklatan bisa terlihat (juga dengan
tolcapone), tapi tidak ada bukti hepatotoksisitas dari entacapone.
Agonis Dopamine
·
Turunan
ergot pergolide (Permax) dan bromocriptine (Parlodel) dan agen non-ergot
pramipexole (Mirapex) dan ropinirole (Requip) adalah agen
tambahan yang bermanfaat pada pasien dengan respon terhadap levodopa yang
menurun, dan untuk mereka dengan respon klinik terbatas karena tidak bisa
mentolerir levodopa dosis tinggi. Agen ini menurunkan frekuensi periode ”off”
dan memberikan efek levodopa-sparring.
·
Pergolide
dengan levodopa adalah serupa atau mungkin lebih berefek dengan efek samping
lebih sedikit dari bromocriptine dengan levodopa.
·
Ketika
digunakan dalam monoterapi, pergolide, pramipexole, dan Ropinirole tampaknya lebih efektid dari bromocriptine
sebaagi alternatif untuk levodopa, tapi hanya pramipexole dan ropirinole yang
disetujui untuk monoterapi.
·
Penggunaan
kombinasi levodopa dengan agonis dopamine atau monoterapi agonis dopamine
sebagai terapi awal menunjukkan penurunan resiko untuk terjadinya fluktuasi
respon. Ini menimbulkan pertanyaan apakah terapi awal IPD sebaiknya merupakan
monoterapi agonis dopamine. Karena pasien lebih muda lebih mungkin
mengembangkan fluktuasi motor karena harapan hidup yang lebih lama, agonis
dopamine bisa dipilih untuk populasi ini. Pasien lebih tua lebih mungkin
mengalami psikosis dari agonis dopamine dan mempunyai harapan hidup lebih
pendek; karenanya, carbdopa/levodopa bisa menjadi medikasi awal terpilih,
terutama jika pasien dementia.
·
Pemilihan
agonis dopamine tergantung pada ongkos dan pengalaman dokter. Dosis awal
bromocriptine yang dianjurkan adalah 1,25 mg sekali atau dua kali sehari; dosis
sebaiknya dinaikkan perlahan 1,25-2,5 mg/hari tiap minggu dan dijaga pada dosis
efektif minimum. Rerata dosis harian <30 mg bisa efektif untuk beberapa
tahun pada banyak pasien, tapi beberapa pasien membutuhkan sampai 120 mg/hari.
·
Dosis
awal pergolide yang dianjurkan adalah 0,05 mg/hari selama 2 hari, ditingkatkan
bertahap 0,1-0,15 mg/hari tiap 3 hari selama 12 hari. Jika diperlukan dosis
lebih tinggi, dosis bisa dinaikkan 0,25 mg tiap 3 hari sampai simtom hilang
atau efek samping muncul. Dosis terapi rata-rata pada kebanyakan uji klinik
adalah sekitar 3 mg/hari.
·
Pramipexole
diberikan dalam dosis awal 0,125 mg tiga kali sehari dan dinaikan tiap 5-7 hari
sejauh yang bisa ditolerir. Pada studi dosis tetap, dosis>3 mg/hari tidak
lebih efektif dari 1,5 mg/hari dan dihubungkan dengan efek samping yang lebih
sering. Agen ini terutama diekskresi di renal, dan dosis awal harus disesuaikan
pada gangguan fungsi ginjal.
·
Ropinirole
diberikan dalam dosis awal 0,25 mg tiga kali sehari dan dinaikkan 0,25 mg tiga
kali sehari tiap minggu. Agen ini dimetabolisme oleh sitokrom P450 1A2;
fluoroquinolone dan merokok bisa merubah kliren ropinirole.
·
Mual
muncul pada >50% pasien yang menggunakan agonis dopamine; muntah jarang
terjadi. Kecuali untuk hipotensi postural, efek kardiovaskular jarang muncul.
Efek SSP (seperti, confusion,
halusinasi, dan sedasi) umumnya terkait dosis dan terjadi pada satu per tiga
pasien.
TERAPI OPERASI
·
Teknik
operasi paling menjanjikan adalah deep
brain stimulation (DBS) pada globus pallidus interna (GPI) dan nukleus
subtalamik, yang menurunkan keluaran dari area ini, sehingga mengurangi input
ke talamus.
·
Thalamus
DBS dan thalactomy (penghancuran lesi focal dari talamus) bisa mengurangi
tremor.
·
Pallidotomy
(penghancuran lesi focal pada GPI) dan GPI DBS bisa membantu pada diskinesia
parah dan fluktuasi on/off tapi tidak bermanfaat untuk bradykinesia.
EVALUASI HASIL TERAPI
·
Pasien
dan orang yang merawat sebaiknya diedukasi bahwa mereka bisa ikut serta dalam
perawatan dengan merekam waktu pemberian medikasi dan durasi periode ”on” dan
”off”.
·
Simtom,
efek samping dan aktivitas keseharian haris dimonitor dan terapi harus
individual.
Thursday, 1 January 2015
KONSTIPASI
DEFINISI
PATOFISIOLOGI
·
Konstipasi
bukan penyakit tapi simtom dari penyakit atau kondisi tertentu.
·
Kelainan
saluran cerna (seperti, irritable bowel sindrome atau diverculitis), kelainan
metabolic (seperti, diabetes), atau kelainan endokrin (seperti hipotiroid) bisa
menyebabkan konstipasi.
·
Konstipasi
umumnya sebagai akibat dari diet rendah serat atau penggunaan obat konstipasi
seperti opiate.
·
Konstipasi
bisa terkadang bersifat psikogenik (=bersifat psikis)
Kelainan atau kondisi yang bisa menyebabkan
konstipasi adalah:
·
Kelainan
saluran cerna
Obstruksi gastroduodenal sebagai
akibat dari ulser atau kanker, Irritable bowel syndrome, Diverculitis, Hemorrhoid,
fissure anal, Ulcerative proctitis, Tumor
·
Kelainan
metabolic dan endokrin
Diabetes mellitus, Hipotiroid, Panhipopituitari,
Pheochromacytoma, Hiperkalsimea
·
Kehamilan
·
Konstipasi
neurogenik
Trauma kepala, Tumor system saraf
pusat, Stroke, Penyakit Parkinson
·
Konstipasi
psikogenik
Kelainan psikiatri, Sifat intestinal
yang lain dari biasanya
·
Konstipasi
yang disebabkan obat
Analgesic
Inhibitor
sintesis prostaglandin, Opiate
Antikolinergis
Antihistamine,
Antiparkinson (seperti, benztropine atau trihexyphenidyl), Phenothiazine, Trisyclic
antidepressant.
Antacid yang mengandung kalsium
carbonate atau aluminium hidroksida
Barium sulfat, Ca channel blocker, Clonidine
Diuretic (selain diuretic hemat
kalium),Ganglionik blocker, Preparat besi
Blocker otot (d-tubocurarine,
suksinilkoline), Polystyrene sodium sulfonate
·
Semua turunan
opiate dihubungkan dengan konstipasi, tapi tingkatan efek inhibisi intestinal
tampaknya berbeda antar agen. Opiate yang diberikan oral tanpaknya mempunyai
efek inhibisi lebih besar dari agen yang diberikan parenteral; kodein oral
telah diketahui merupakan agen antimotilitas poten.
·
Agen dengan
sifat antikolinergis menginhibit fungsi intestinal melalui aksi parasimpatik
pada inervasi (persarafan) ke banyak area di saluran cerna, terutama kolon dan
rectal. Banyak tipe obat mempunyai aksi antikolinergis, dan agen ini umum
digunakan pada pasien rumah sakit dan pasien rawat jalan.
GEJALA
· Pasien dengan
konstipasi biasanya mengeluhkan rasa tidak nyaman pada abdominal dan pembesaran
abdominal.
· Konstipasi
bisa bervariasi implikasinya dari rasa tidak nyaman minor pada dewasa sehat
sampai simtom kanker kolon atau penyakit serius lainnya.
· Dasar untuk
evaluasi dan perawatan sebaiknya memasukkan riwayat pasien dengan menanyakan
sifat dari konstipasi.
· Pasien
sebaiknya ditanyai untuk frekuensi pergerakan intestinal dan tingkat kronik
dari konstipasi. Pasien juga ditanyai mengenai diet dan regimen laksatif yang
mungkin diambil. Apakah diet pasien secara konsisten kekurangan makanan serat
tinggi dan terutama hanya makanan olahan? Laksatif atau cathartic (= laksatif
kuat) yang digunakan pasien untuk menghilangkan konstipasi?
·
Pasien
sebaiknya ditanyai mengenai pengobatan lain yang sedang diambil, dengan
perhatian pada agen yang bsia menyebabkan konstipasi.
·
Penyalahgunaan
laksatif bisa memberikan temuan yang kontradiktif, terkadang diare atau turun
berat badan. Penyalahguna laksatif bisa juga mengalami muntah, nyeri abdominal,
lassitude (= kekurangan energi, lemas), haus, edema, dan nyeri tulang (karena
osteomalacia/pelunakan tulang). Dengan perpanjangan penyalahgunaan, pasien akan
mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (umumnya hipokalemia),
gastroenteropati dengan hipoalbuminemia, dan syndrome yang mirip colitis.
Penyalahguna laksatif seringkali menyangkal mereka telah menggunakan.
HASIL YANG DIINGINKAN
Tujuan utama perawatan konstipasi
adalah konstipasi dengan merubah gaya hidup (terutama diet) untuk mencegah
episode konstipasi lebih lanjut. Untuk konstipasi akut, tujuan adalah untuk
mengurangi simtom dan mengembalikan fungsi intestinal ke normal.
PERAWATAN
PENDEKATAN UMUM UNTUK PERAWATN
·
Pendekatan
umum yang dipercaya bermanfaat untuk menangani konstipasi termasuk modifiasi
diet untuk meningkatkan jumlah konsumsi serat harian, latihan fisik,
penyesuaian kebiasaan intestinal sehingga respon untuk defekasi kembali normal,
dan meningkatkan asupan cairan.
·
Jika suatu
penyakit diketahui sebagai penyebab konstipasi, bisa dilakukan usaha untuk
mengatasinya. Keganasan saluran cerna bisa dihilangkan melalui pengangkatan
dengan operasi. Gangguan metabolic dan endokrin bisa diperbaiki dengan metode
yang sesuai.
·
Potensi obat
yang menyebabkan kosntipasi sebaiknya dikenali. Untuk beberapa medikasi (seperti,
antacid), tersedia alternative yang tidak menyebabkan konstipasi. Jika tidak
ada alternative, bisa dipertimbangakn untuk mengurangi dosis. Jika pasien harus
tetap mengkonsumsi obat tersebut, maka harus diberikan perhatian lebih untuk
pencegahan konstipasi, sebagaimana akan dibahas berikut.
MODIFIKASI
DIET DAN AGEN PEMBENTUK MASSA
·
Aspek
terpenting pada terapi untuk konstipasi pada mayoritas pasien adalah modifikasi
diet untuk meningkatkan jumlah serat yang dikonsumsi. Pasien dinasihati untuk
menyertakan paling tidak 10 g serat pada diet harian mereka. Buah-buahan
sayuran, dan sereal mempunyai kandungan serat paling tinggi.
·
Uji
modifikasi diet dengan kandungan tinggi serat sebaiknya dilanjutkan sampai 1
bulan sebelum efeknya pada fungsi intestinal ditentukan.
·
Pasien harus
diberitahu bahwa bisa terjadi pembesaran abdomen dan flatus pada beberapa
minggu pertama, terutama pada konsumsi tinggi bran.
TINDAKAN
OPERASI
·
Untuk
sejumlah kecil pasien dengan keluhan konstipasi, diperlukan tindakan operasi
(seperti pengangkatan intestinal). Operasi biasanya perlu untuk kebanyakan
keganasan pada kolon dan juga obstruksi saluran cerna karena sejumlah kasus.
BIOFEEDBACK
(= penggunaan pengawasan elektronik pada fungsi
tubuh automatis normal untuk melatih sehingga didapat control voluntary
[control dari otak] dari fungssi tersebut)
·
Mayoritas
pasien dengan konstipasi terkait disfungsi lantai pelvic bisa mengambil manfaat
dari terapi biofeedback yang dipandu electromyogram.
TERAPI
FARMAKOLOGI
·
Beberapa tipe
laksatif akan dibahas pada bagian ini. Agen ini dibagi ke dalam tiga kelas: (1)
yang menyebabkan pelunakan feses dalam 1-3 hari (laksatif pembentuk massa,
docusate, dan lactulose); (2) yang menghasilkan feses lunak atau semifluid
dalam 6-12 jam (turunan diphenylmethane dan turunan anthraquinone); dan (3)
yang menyebabkan evakuasi air dalam 1-6 jam (carthatic saline, minyak jarak,
dan polyethylene glycol-larutan elektrolit lavage (lavage=membasuh kavitas pada
tubuh).
·
Rekomendasi
dosis untuk laksatif dan carthatic pada Tabel 20-1.
REKOMENDASI
·
Dasar untuk
perawatan dan pencegahan konstipasi sebaiknya termasuk agen pembentuk massa
sebagai tambahan untuk modifikasi diet yang meningkatkan serat pada diet.
·
Untuk
kebanyakan pasien rawat jalan dengan konstipasi akut, penggunaan tidak sering dari
laksatif (penggunaan setiap kurang dari beberapa minggu) dari kebanyakan produk
laksatif bisa diterima; tetapi, sebelum digunakan laksaitf/carthatic yang lebih
poten, bisa dilakukan usaha yang lebih sederhana. Misalkan, konstipasi akut
bisa dikurangi dengan penggunaan tap-water enema atau suppositoria gliserin;
jika keduanya tidak efektif, bisa digunakan sorbitol oral, diphenylmethane
dosis rendah atau turunan anthraquinone, atau laksatif saline (seperti, susu
magnesia).
Table 20-1
·
Jika
perawatan laksatif diperlukan lebih dari satu minggu, pasien bisa
direkomendasikan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mencoba mencari adakah
penyebab konstipasi yang membutuhkan perawatan dengan agen selain laksatif.
·
Untuk pasien
manula, atau dengan konstipasi kronik, laksatif pembentuk massa tetap menjadi
pilihan pertama perawatan, tapi penggunaan
laksatif yang lebih poten bisa dibutuhkan lebih sering. Agen yang bisa
digunakan termasuk diphenylmethane dan turunan anthraquinone, susu magnesia
(suspensi magnesium hidroksida), dan lactulose.
·
Pada pasien
rumah sakit tanpa penyakit saluran cerna, konstipasi bisa terkiat dengan
penggunaan anastesi dan/atau substan opiate. Laksatif oral atau rectal bisa
digunakan. Untuk merangsang pergerakan intestinal, tap-water enema atau supositoria
gliserin dianjurkan, atau susu magnesia.
·
Pendekatan
untuk perawatan konstipasi pada anak dan bayi sebaiknya mempertimbangkan
kelainan neurologis, metabolic, atau anatomic ketika konstipasi sulit diatasi.
Ketika tidak terkait dengan suatu
kondisi, pendekatan untuk perawatan serupa dengan untuk dewasa. Diet tinggi
serat bisa dilakukan.
Laksatif
Emolien (Docusate)
·
Agen
surfaktan ini, docusate dengan berbagai bentuk garamnya, bekerja dengan
pencampuran material larut air dan larut minyak pada saluran cerna. Agen ini
bisa meningkatkan sekresi air dan elektrolit pada intestinal kecl dan besar.
·
Produk ini
menyebabkan pelunakan feses dalam 1-3 hari.
·
Laksatif
emolien tidak efektif untuk mengatasi konstipasi tapi digunakan terutama untuk
mencegah konstipasi. Agen ini bisa berguna pada kondisi dimana menahan defekasi
sebaiknya dihindari, seperti setelah penyembuhan dari infark myocardia, dengan
penyakit perianal akut, atau setelah
operasi rectal.
·
Agen ini
tidak efektif untuk pencegahan jika factor penyebab utama (seperti, penggunaan
opiate, gangguan patologis, kurangnya fiber pada diet) tidak diatasi terlebih
dahulu.
Lubrikan
·
Minyak
mineral adalah satu-satunya laksatif lubrikan yang digunakan secara rutin dan
bekerja dengan menutupi feses sehingga lebih mudah keluar. Lubrikan menginhibit
absorpsi kolon dari air, sehingga meningkatkan berat feses dan mengurangi waktu
transit di kolon.
·
Umumnya,
efeknya pada fungsi intestinal baru terlihat setelah 2 atau 3 hari.
·
Minyak
mineral berguna pada situasi yang serupa untuk penggunaan docusate: untuk
mempertahankan feses yang lunak dan menghindari straining untuk periode relative singkat (beberapa hari sampai 2
minggu).
·
Minyak
mineral bisa diabsorbsi ke sistemik dan menyebabkan reaksi benda asing pada
jaringan limfoid. Juga, pada pasien lemah atau selalu berbaring, minyak mineral
bisa diaspirasi, menyebabkan pneumonia limfoid.
Lactulosa
dan Sorbitol
·
Lactulose
adalah disakarida yang menyebabkan efek osmotic pada kolon.
·
Lactulosa
umumnya tidak dianjurkan untuk terapi pilihan pertama untuk konstipasi karena
mahal dan tidak lebih efektif dari agen seperti susu magnesia. Penggunaannya
pada konstipasi akut dan diketahui berguna pada pasien manula.
·
Terkadang,
penggunaan lactulosa bisa menyebabkan flatulen, kram, diare, dan gangguan elektrolit.
·
Sorbitol,
suatu monosakarida, telah direkomendasikan sebagai agen utama pada perawatan
konstipasi fungsional pada pasien yang normal secara kognitif.
Turunan
Diphenylmethane
·
Dua agen yang
umum digunakan dari kelas ini adalah bisacodyl dan phenolphthalein.
·
Bisacodyl
merangsang jaringan saraf mucosal pada kolon; mekanisme kerja phenolphthalein
masih belum jelas.
·
Dosis agen
ini agar bekerja efektif variasinya besar sekali antar individu. Dosis yang
tidak berefek pada satu pasien bisa menyebabkan kram berlebihan dan evakuasi
cairan pada pasien lain.
·
Agen-agen ini
tidak direkomendasikan untuk penggunaan harian. Penggunaan yang bisa diterima
adalah dalam interval (tiap beberapa minggu) untuk merawat konstipasi atau
sebagai preparat intestinal sebelum prosedur diagnosa dimana perlu untuk
membersihkan kolon.
·
Pasien yang
mengkonsumsi laksatif yang mengandung phenolphthalein sebaiknya diberitahu
bahwa agen tersebut bisa menyebabkan urine berwarna pink.
Turunan
Anthraquinone
·
Agen dari
kelas ini adalah cascara sagrada, sennosida, dan casanthrol. Efeknya terbatas
pada kolon, dan bisa terjadi stimulasi pada pleksus Auerbach.
·
Rekomendasi
untuk penggunaan agen ini serupa dengan untuk penggunaan turunan
diphenylmethane. Pada kebanyakan kasus, penggunaan dalam interval bisa
diterima; tetapi sebaiknya didorong untuk menggunakan harian.
Carthatic
Saline
·
Carthatic
saline terdiri dari yang relative sulit diserap seperti magnesium, sulfat,
fosfat, dan citrate, yang menghasilkan kerjanya terutama dengan aksi osmotic
untuk mempertahankan cairan di saluran cerna.
·
Agen ini bisa
diberikan oral atau rectal.
·
Bisa terjadi
pergerakan intestinal setelah beberapa jam setelah dosis oral dan setelah 1 jam
atau kurang setelah dosis rectal.
·
Agen ini
sebaiknya digunakan terutama untuk evakuasi cairan akut pada intestinal, yang
diperlukan sebelum pemeriksaan untuk diagnosa, setelah keracunan, dan bersamaan
dengan anthelmintic untuk menghilangkan parasit.
·
Agen seperti
susu magnesia (suspensi 8% magnesium hidroksida) bisa digunakan misalkan tiap
beberapa minggu untuk mengatasi konstipasi pada dewasa sehat.
·
Carthatic
saline sebaiknya tidak digunakan rutin untuk mengobati konstipasi. Dengan
pemadatan fecal, preparat enema dari agen ini bisa sangat membantu.
Minyak
Jarak
·
Minyak jarak
dimetabolisme di saluran cerna menjadi senyawa aktif, asam ricinoleat, yang
merangsang proses sekresi, mengurangi absorpsi glukosa, dan merangsang
motilitas intestinal, terutama di intestinal kecil. Dengan minyak jara,
pergerakan intestinal biasanya muncul dalam 1-3 jam setelah pemberian. Karena
agen ini mempunyai aksi laksatif yang sangat kuat, sebaiknya tidak digunakan
secara rutin.
Gliserin
·
Agen ini
biasanya diberikan sebagai supositoria 3 g dan aksinya berupa aksi osmotic pada
rectum. Seperti kebanyakan agen supositoria lain, mula kerjanya biasanya kurang
dari 30 menit.
·
Gliserin
dianggap sebagai laksatif yang sangat aman, meski terkadang bisa menyebabkan
iritasi rectal. Penggunaan dalam interval bisa diterima terutama pada
anak-anak.
Polyethylene
Glycol-Electrolyte Lavage Solution
·
Polyethylene
glycol electrolyte lavage mmars (PEG-ELS) sangat mmar penggunaannya untuk
membersihkan kolon secara tuntas sebelum prosedur diagnosa atau operasi
colorectal.
·
Empat liter
cairan ini diberikan selama 3 jam untuk mendapatkan evakuasi cairan total dari
saluran cerna. Larutan ini tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin, dan
sebaiknya dihindari untuk pasien dengan obstruksi intestinal.
Agen
Lain
- Tap water enema
bisa digunakan untuk mengatasi konstipasi sederhana. Pemberian 200 ml air
dengan enema pada dewasa sering memberikan hasil berupa pergerakan
intestinal dalam satu setengah jam. Soapsuds (semacam sabun???) tidak lagi
dianjurkan penggunaannya untuk enema karena bisa menyebabkan proctitis
atau colitis.
Sumber : HandBooks
Pharmacotherapy (terjemahan), PICTURE www.indramuhtadi.com.
Subscribe to:
Posts (Atom)